DEWASA ini kita sering mendengar kezaliman yang dilakukan orangtua kepada anaknya. Ada ayah yang memperkosa anaknya selama bertahun-tahun, atau seorang Ibu yang menjual anaknya.
Islam sangat keras menentang kekerasan pada anak, bahkan tak menunjukkan kasih sayang saja dilarang.
Dari Abu Hurairah ra katanya Rasulullah mencium Hasan bin Ali. Ketika itu duduk Aqra bin Habis. Al Aqra berkata: ”Saya mempunyai sepuluh anak, tidak seorangpun di antara mereka yang pernah saya cium”. Rasulullah memandang kepadanya, kemudian berkata: ”Siapa yang tidak mengasihi tidak akan di kasihi”(Shahih Bukhari jilid IV, hadis ke 1696).
Islam dalam segala aspek kehidupan
Pemisahan agama dari kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan bernegara menjadi pemicu utama dalam membentuk individu yang tak berperasaan. Kekerasan yang diterima anak baik fisik maupun psikis adalah bukti jauhnya manusia dari hati nurani. Padahal perasaan dan nurani hanya dapat terasah dengan hadirnya iman dan ketaqwaan.
Bagaimana mungkin seorang yang memiliki iman tega menyakiti makhluk lemah anak demi pelampiasan amarah, menghancurkan karakter anak dengan kata-kata negatif, bahkan membunuh masa depan mereka dengan pelecehan seksual? Kekerasan hanya akan membentuk anak yang telah dewasa menjadi pribadi penerus lingkaran kezaliman pada anak di bawahnya. Bagaimana memutusnya?
Islam paling depan menyuarakan perlindungan dan kasih sayang terhadap mereka sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw terhadap anaknya, cucunya, bahkan anak para sahabatnya. Beliau bersabda, “Man laa yarham laa yurham” siapa yang tidak mencintai maka dia tidak dicintai. (HR. Muslim)
Dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan landasan dasar dan metode yang universal dalam mendidik anak. Penyampaian aqidah sebagai awal pendidikan yang disampaikan Luqman kepada buah hatinya, juga kasih sayang para nabi kepada anaknya semua terekam dalam Al-Qur’an.
Sehingga tak heran jika kemudian Allah juga menekankan pentingnya ketaatan anak kepada orang tua, serta berbuat baik dan menghormati keduanya. Itu semua adalah hubungan timbal balik yang berhak didapat orang tua yang mendidik anaknya dengan penuh kemuliaan.
Lalu bagaimana dengan orang tua yang alakadarnya dalam mendidik anak, tidak memperhatikan nilai kasih sayang, moral, apalagi bekal keimanan? Anehkah jika Allah membalas doa anak untuk orang tuanya dengan kasih sayang yang alakadarnya juga, karena isi doa sang anak adalah “Ya Allah, kasihilah orang tuaku sebagaimana ia menyayangiku.
Orangtua Juga Bisa Durhaka
Ustadz Muslih Abdul Karim, Lc menceritakan kepada Ummi, pada suatu hari, seorang laki-laki menemui Umar bin Khaththab untuk mengadukan kedurhakaan anaknya. Umar memanggil anak tersebut dan menegur perbuatannya itu. Setelah itu anak tersebut bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak memiliki hak atas orangtuanya?”
Umar menjawab, “Benar.”
“Apa hak anak?” tanya sang anak. Dijawab Umar, “Memilihkan calon ibu yang baik untuknya,
memberinya nama yang baik, dan mengajarinya Al-Qur’an.”
Anak itu berkata, “Wahai Amirul Mukminin, ayahku tidak melakukan satu pun dari apa yang tuan sebutkan itu. Ibuku wanita berkulit hitam bekas budak beragama Majusi. Ia menamakanku Ju’lan (tikus atau curut), dan dia tidak mengajariku satu huruf pun dari Al-Qur’an.
Umar segera memandang orangtua itu dan berkata, “Engkau datang mengadukan kedurhakaan anakmu, padahal engkau telah durhaka kepadanya sebelum ia mendurhakaimu. Engkau telah berbuat buruk kepadanya sebelum ia berbuat buruk kepadamu.” Semoga bermanfaat []
Sumber: Ummi