ALHAMDULILLAH, saya lahir dari keluarga muslim. Itu adalah nikmat yang tak henti-hentinya saya syukuri. Saya tak mau berandai-andai seperti seandainya saya lahir di Swedia atau Israel. Sebab Allah telah melahirkan saya di Indonesia yang mayoritas islam. Bukankah lebih baik bersyukur atas nikmat dari-Nya daripada berandai-andai ini-itu? Nikmat yang tidak semua orang mendapatkannya.
Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana dilahirkan. Di agama saya itu namanya Qadarallah yang tak ada satupun manusia diberi pilihan di dalamnya. Namun, nama saya bukan sekadar warisan tapi juga doa dari bapak-ibu saya, dan agama saya juga bukan sekadar warisan sebab Islam adalah keselamatan bagi saya di dunia dan akhirat. Islam adalah rahmat bagi semesta alam. Iya. Semesta alam.
Saya pernah bersitegang dengan yang beda agama dengan saya. Tahu kenapa? Karena ada yang pernah menghasut teman saya untuk masuk lain agama. Saya sangat menghormati pemeluk agama lain namun jika ia menodai agama saya, serta mencoba menonmuslimkan saudara saya, maka wajib untuk saya membela. Itu salah satu tugas saya sebagai muslim.
Meski demikian, saya tak pernah mengatai agama lain dengan kata-kata kotor. Sebab di lingkungan kerja dan kehidupan saya pun juga ada yang beda agama. Selain itu di agama islam juga tak diajarkan untuk menghina ajran lain. Itulah keadilan Allah. Menciptakan manusia dalam suku, dan bangsa yang berbeda-beda.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan ras, suku, dan kebangsaan kita namun tidak dengan agama. Di agama islam, sudah jelas dikatakan bahwa sumpah antara Allah dengan manusia diambil sejak manusia bahkan masih di dalam rahim. Manusia sudah terikat janji bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Manusia dilahirkan fitrah.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Setelah dewasa, saya belajar dan menemukan bahwa memang benar agama islam adalah satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah. Ternyata orang tua sedang tak mendoktrin, tapi hanya ingin anaknya selamat di dunia dan akhirat.
Bahkan di agama saya diajarkan untuk menguatkan iman dengan belajar dan terus belajar ilmu agama. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka. Oleh sebab itu juga kadang saya mendoakan teman-teman terdekat yang non muslim untuk bisa mendapat hidayah.
Iya. Saya tak pernah memaksa orang lain masuk islam seperti memakai sarimi, sembako atau dengan mengawini gadis non muslim. Di agama saya tak diajarkan memaksakan agama ke orang lain. Di Negara tempat saya dilahirkan pun tak dibolehkan memaksa orang untuk memeluk agama tertentu, sebab memilih agama adalah Hak Asasi Manusia.
Ternyata, agama lain juga punya keyakinan bahwa agamalah yang akan mengantar mereka ke surga. Sama seperti apa yang saya yakini bahwa islam adalah satu-satunya agama yang dridhoi Allah dan mengantar saya ke surga. Jadi setiap agama pun juga akan mendoktrin penganutnya untuk tetap teguh dengan agamanya. Maka saya pun akan teguh dengan keislaman saya. Itulah salah satu bukti keterikatan yang saya jaga sejak mengucapkan dua kalimat syahadat.
Maka, saya lalu bertanya soal ini kepada guru ngaji. Beliau menjawab, sampai kiamat pun tak akan semua manusia memeluk islam. Sebab sebelum kiamat tiba, seluruh umat islam dimatikan. Yang merasakan kiamat hanyalah mereka yang non islam.
Allah itu tunggal. Selain Allah, semua mahluk diciptakan berpasang-pasangan. Ada hitam, ada putih, laki-laki dan perempuan, tentu juga ada islam dan non islam. Itulah bagian dari ujianNya. Hidup ini pun adalah ujian. Tinggal kitanya saja mau bisa lulus ujiannya atau tidak. Kalau hidup tak ada ujian, bagaimana Allah menentukan siapa yang beriman dan tidak, siapa yang bertakwa dan tidak serta siapa yang patuh dengan-Nya atau tidak? Allah itu Maha Adil dan keadilan-Nya tak perlu lagi dipertanyakan.
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya. Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja “iman”. Dengan iman itu pula Allah menyuruh mendakwahkan agama agar orang lain pun tergerak untuk masuk islam. Menyampaikan ayat-ayat Allah adalah kewajiban dan BUKAN PERCOBAAN MENJADI TUHAN. Dakwah adalah bagian yang tak bisa dipisahkan dari islam. Amar ma’ruf nahi munkar adalah tugas bagi semua muslim.
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, “Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya”. Ini adalah salah besar. Sekali lagi ini adalah bentuk ujian keimanan dari Allah. Saking sayangnya Allah, Dia pun menerangkan bahwa Al-Quran adalah penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Jika Allah sudah memberitakan hal itu, maka tak ada lagi alasan “saya sejak lahir dari agama non muslim.”
Sekali lagi. Saya tak suka berandai-andai. Sebab jelas bahwa tak akan pernah seluruh manusia masuk islam semuanya. Soal perpecahan dan perselisihan tak selalu hanya karena soal agama. Tak selalu soal ras dan suku bangsa. Lah Allah saja menciptakan manusia bersuku dan berbangsa-bangas agar saling mengenal, bukan untuk menimbulkan perpecahan dan perselisihan.
Perselisihan itu lebih sering karena nafsu saja. Berbagai penjajahan dan peperangan yang terjadi itu karena nafsu untuk menguasai. Belanda menjajah Indonesia karena ingin menguasi SDA negara kita. Begitupun juga sekarang, elit-elit politik yang justru menjadi agama sebagai senjata untuk mengadu domba demi memuaskan nafsu dunianya.
Jadi, salah jika perselisihan hanya ada karena sentimen agama atau karena mayoritas vs minoritas. Palestina diperangi Israel karena nafsu Israel untuk menguasai tanah Palestina. Tapi di agama saya, sejauh yang saya pelajari ternyata di dalam islam diperintahkan untuk menyelaraskan hawa nafsu dengan syariat islam. Jadi agama saya tak pernah mengajarkan perselisihan.
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa. Ini benar. Allah mempunyai kekuatan untuk melakukan hal itu. Tapi kenapa Allah tidak melakukannya? Ya salah satunya kalau merujuk Al-Quran adalah bahwa penciptaan manusia yang bersuku-suku dan berbangsa-bangsa adalah untuk saling mengenal dan untuk menguji manusia.
Di Indonesia, yang terjadi saat ini bukanlah anti Pancasila atau anti bhineka. Yang ada justru efek beruntun soal penistaan agama yang seperti dipelihara. Padahal palu hakim sudah diketuk. Masih saja intoleran dan islam radikal didengungkan.
Saya tak ragu untuk memilih berdiri membela agama saya. Bukan karena takut agama islam ternodai, namun saya takut mengingkari perintah Allah. Takut akan pertanggungjawaban di akhirat nanti. Keimananlah yang mendorong rasa takut itu menjadi keberanian untuk membela agama. Membela agama itu adalah perintah. Sebab muslim akan berkata “kami mendengar dan kami patuh”. Sampai kapanpun islam itu rahmatanlilalamin. Rahmat bagi seluruh semesta alam.
Kelak, saya akan bererita pada anak cucu dengan penuh kebanggan bahwa umat islam pernah dicerai berai dengan berbagai isu adu domba terutama oleh paham SIPILIS (Sekularisme, Kapitalisme dan Liberalisme). Bahkan juga dengan isu intoleran, radikal dan pluralisme. Tapi alhamdulillah keluarga kita tetap teguh membela agama. A
lhamdulillah umat islam masih banyak yang waras dan menolak untuk berdiri di wilayah yang abu-abu hanya untuk mencari aman saja. Banggalah menjadi umat islam. Umat Nabi Muhammad yang senantiasa ditunggu Beliau di surga.
Mari sama-sama memeluk islam secara menyeluruh, tanpa takut dibenci orang lain. Mari sama-sama berpikir jangan hanya bisa nyinyir. Mari sama-sama hindarkan dari Paham SIPILIS. Pluralis itu sudah kepastian, tapi pluralisme menyesatkan iman. Mari BANGGA JADI MUSLIM. Islam bukanlah warisan, sebab jika keislaman kita adalah warisan, tentu akan mudah kita menjualnya. Sekali lagi, KITA MEMELUK ISLAM BUKAN KARENA WARISAN.
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al-Ankabuut 2-3) []
Yogya, 2017
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak 2 halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri.