Oleh: Fathiya Puti Khaira
Siswi SMA Durrotul Ummah Tangerang
hauro.aljannah@gmail.com
DUA tahun virus kecil mewabah di negri ini, dua tahun pula kita terkungkung dalam rumah dengan dibatasi oleh aturan untuk selalu menerapkan 3M (Memakai masker, Mencuci tangan & Menjaga jarak).
Banyak perubahan yang akhirnya menjadi sebuah kebiasaan masyarakat, banyak pula hal yang dulunya tak biasa, sekarang menjadi sebuah kewajaran yang biasa-biasa saja. Salah satunya dalam bidang kepenulisan, dua tahun di rumah saja, telah melahirkan para penulis muda yang berkarya dengan novel-novelnya.
Semua berkembang, yang tadinya tak ada novel online atau perpustakaan online, kini sudah tersedia di aplikasi mana pun itu. Itulah yang akhirnya memudahkan para remaja saat ini, untuk menyuarakan imajinasinya, ditambah lagi remaja saat ini yang begitu melek akan kecanggihan teknologi dan tak mau ketinggalan suatu apa pun.
BACA JUGA: Siapa K.H. As’ad Humam, Kakek di Balik Sampul Buku Iqro?
Saya menjadi penikmat dari pembaharuan ini. Saya kerap kali membaca novel-novel baru, yang kebanyakan berlatar cerita anak muda. Tentu pastinya bergenre yang tak jauh dari sekitaran itu, kalau bukan romance-religi, berarti inspirasi atau motivasi.
Namun, banyak cerita menarik yang saya temukan selama membaca novel-novel tersebut. Ada alur yang sangat ringan hingga alur yang sangat berat, bahkan sampai-sampai penulisnya sendiri tak tahu ingin menyelesaikan konflik dalam cerita tersebut seperti apa.
Memang sejatinya, novel adalah sebuah cerita yang berisi konflik, lalu diakhiri dengan penyelasaiannya, bisa jadi berepilog happy ending atau tragic ending. Akhirnya, dari banyak novel yang saya baca dan perhatikan, saya menyimpulkan bahwa penulis berlomba-lomba membuat konflik serumit mungkin dan penyelesaian yang seajaib mungkin, agar memikat para pembacanya.
Muncullah istilah seperti plot twist, atau istilah lain yang menggambarkan bahwa buku ini benar-benar tak bisa ditebak. Bisa jadi tokoh yang divonis sakit kanker lalu sembuh, tokoh yang koma bertahun-tahun tapi bisa bangkit lagi, atau sampai ada tokoh yang sudah dikatakan oleh dokter meninggal, tapi ia hidup lagi.
Ada juga tentang pendonoran atau transpalasi, pernikahan yang berulang kali, perceraian yang tak jadi-jadi, dan hal lainnya yang semestinya tak masuk akal jika cerita tersebut benar-benar terjadi di kehidupan nyata.
Namun, lama-kelamaan, saya banyak menemukan buku yang bergenre religi, tapi tak sesuai dengan norma agama, terkhusus bagi agama Islam.
Dalam buku-buku romance-religi yang berlatar cerita anak SMA atau kuliah, sering kali dideskripsikan bahwa para tokoh adalah orang-orang yang salih dan patuh agama. Mereka memakai kerudung dan jilbab, tokoh laki-lakinya adalah ketua ROHIS, tapi banyak adegan atau bagian yang menceritakan mereka pulang bersama, makan bersama, dan hal lainnya.
Judulnya memang tak ada pacaran, tapi berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan mahram adalah haram. Namun, karena adanya cerita-cerita seperti ini, banyak remaja yang menjadikan novel tersebeut sebagai acuan dan mengatakan bahwa pulang bersama menaiki motor dengan lawan jenis itu boleh, makan bersama itu boleh, main bersama itu boleh, yang tak boleh hanya pacarannya saja.
Padahal kata Allah,
وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).
Allah melarang kita untuk mendekati zina, lalu apa yang dimaksud dengan mendekati zina itu? Para ulama mengatakan yang dimasuk mendekati zina itu ada 3, yakni kholwat (berdua-duaan laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), ikhtilat (campur baur laki-laki dan perempuan yang bukan mahram), dan tabarruj (seorang perempuan yang menampakkan perhiasannya secara berlebihan kepada laki-laki yang bukan mahramnya).
BACA JUGA: 10 Judul Buku Sirah yang Recomended
Berarti Allah melarang kita untuk berbuat seperti hal-hal di atas dan jika mendekati hal-hal tersebut maka balasannya adalah neraka.
Seharusnya, inilah yang menjadi acuan para penulis baru, pembaca setia dan remaja zaman ini terkait pergaulan. Menurut saya, seharusnya para penulis mampu mengikuti aturan Allah dalam membuat karya, terlebih karya tersebut akan dibaca oleh khalayak ramai.
Jangan sampai karena karya yang sebenarnya hanya imajinasi, tapi malah menghantarkan penulis ke dalam neraka-Nya. Pun untuk para pembaca, kita sebagai pembaca harus gesit dalam memilah mana buku yang pantas dikonsumsi dan novel mana yang tepat untuk dinikmati.
Jika ada kekurangan atau kesalahan dalam cerita tersebut, tak sepatutnya kita mengikutinya. Novel-novel hanya bersifat menghibur, bukan sebagai landasan dasar hidup kita. Ada buku yang lebih keren, buku yang lebih sakti, buku yang jika kita membacanya akan mendapatkan pahala, yakni Al-Qur’an.
Membaca boleh, berdrama boleh, tapi tak ada kebolehan untuk melanggar aturan Allah. Terlebih lagi, di zaman dahulu di tahun 632 M-1924 M. Saat itu Islam yang menguasai dua per tiga dunia, sedangkan Eropa sedang mengalami dark ages.
Saat itu, semua kejadian dalam negeri, diatur oleh aturan Islam, baik itu kesehatan, keamanan, pemerintahan, hingga pendistribusian buku kepada masyarakat, semua wajib disahkan oleh pemerintah Islam. Jadi, buku-buku sudah tersortir dengan benar, yang mana yang layak dibaca untuk usia anak, usia remaja, dan lainnya.
BACA JUGA: 7 Manfaat Membaca Buku dalam Islam
Dengan begitu, tak ada lagi cerita-cerita yang bersifat pornoaksi, pornografi, atau melanggar aturan Islam lainnya yang dikonsumsi oleh anak di bawah umur. Itulah indahnya kehidupan di zaman Islam saat itu, semua terjaga dari maksiat, terhindar dari marabahaya api neraka.
Bacaan kita, itulah yang mengisi ruang pikiran kita. Pikiran kita, itulah yang menciptakan perilaku kita. Perilaku kita, itulah yang menggambarkan diri kita seutuhnya di mata orang lain.
Bukumu adalah gambaran dirimu, maka bacalah buku-buku baik, dan ambil baik-baiknya saja. Semoga buku tak akan menghantarkan kita ke dalam api neraka, tapi menarik kita ke surga-Nya. Itulah harapan saya, semoga harapan kita sama. []