SEGALA puji bagi Allah ta’ala yang telah mempertemukan kita dengan bulan Dzulhijjah. Bulan yang agung dan mulia karena termasuk empat bulan haram yaitu Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, di mana pahala amal shalih pada bulan-bulan ini dilipatgandakan sebagaimana dosa maksiat dilipatgandakan pula. Bulan yang agung dan mulia karena ibadah haji dan kurban disyariatkan padanya.
Pada bulan Dzulhijjah ini disyariatkan untuk memperbanyak amal shalih khususnya pada sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah mulai tanggal 1 sampai 10 Dzulhijjah, karena hari-hari ini memiiki keutamaan yang besar dan agung.
Adapun keutamaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah yaitu Allah ta’ala sangat mencintai amal shalih yang dilakukan oleh hamba-Nya pada hari-hari ini melebihi hari-hari lainnya sepanjang tahun. Amalan ini menjadi amalan yang paling dan paling dicintai oleh Allah ta’ala sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih.
Di antaranya, hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada hari-hari di mana amal shalih padanya lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu sepuluh hari (awal Dzulhijjah). Mereka (para sahabat) bertanya, “Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah?”. Beliau menjawab, “Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun (mati syahid).” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmizi, Ibnu Majah dan Abu Daud).
Mengomentari hadits Ibnu Abbas di atas, Imam Ibnu Rajab berkata, “Pembicaraan mengenai keutamaan sepuluh Dzulhijjah dalam dua bagian, yaitu pertama; keutamaan amalan padanya. Mengenai hal ini, hadits ini menunjukkannya. Kedua; keutamaannya (sepuluh hari awal Zulhijjah) itu sendiri ” (Lathaif Al-Ma’arif: 336)
Imam An-Nawawi rahimahullah mengomentari hadits Ibnu Abbas di atas dengan menulis judul bab hadits ini dalam kitabnya “Riyadhush Shalihin” dengan “Bab: Keutamaan Puasa dan lainnya pada Sepuluh Hari Awal Dzulhijjah”, lalu beliau menyebutkan hadits tersebut. (Riyadhus Shalihin: 446).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata, “Dalam hadits tersebut (hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu) terdapat pengagungan jihad dan macam-macam tingkatannya. Tujuan utamanya adalah mengorbankan jiwa karena Allah. Pada hadits ini pula terdapat keutamaan beberapa waktu dari sebahagian lainnya seperti tempat-tempat dan keutamaan sepuluh hari (awal) Dzhulhijjah atas selainnya dari hari-hari setahun. (Fathul Bari: 2/593).
Keutamaan Amalan Pada Sepuluh Hari Dzulhijjah
Dalam hadits Ibnu Abbas di atas, Nabi shallahu ‘alaihi wa saalam menegaskan bahwa Allah ta’ala sangat mencintai amal shalih pada hari-hari sepuluh awal Zhulhijjah melebihi hari-hari lainnya dalam setahun. Inilah keutamaan amalan yang dilakukan pada hari-hari sepuluh awal Dzuhijjah.
BACA JUGA: Niat Puasa Arafah 9 Dzulhijjah
Semua amalan yang dilakukan pada hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah menjadi paling utama dan paling dicintai oleh Allah ta’ala, meskipun amalan itu tidak utama pada waktu lainnya. Namun karena dilakukan pada hari-hari ini, maka amalan tersebut menjadi utama, bahkan lebih utama dari amalan yang utama di bulan lainnya.
Jika amalan yang tidak utama pada bulan-bulan lainnya menjadi paling utama dan paling dicintai karena dilakukan pada hari-hati sepuluh awal Dzulhijjah, maka terlebih lagi amalan yang utama di bulan-bulan lainnya dilakukan pada hari-hari ini. Tentu lebih utama dan lebih dicintai oleh Allah ta’ala.
Imam Ibnu Rajab berkata, “Jika amalan pada sepuluh hari (awal) bulan Dzulhijjah lebih utama dan lebih dicintai oleh Allah dari amalan pada hari-hari lain dalam setahun semuanya, maka amalan padanya meskipun tidak utama menjadi lebih utama dari amalan pada selainnya meskipun itu amalan yang utama.” (Lathaif Al-Ma’arif: 326)
Keutamaan lainnya yaitu dilipat gandakan pahala pada hari-hari sepuluh Zhulhijjah, karena keagungan bulan Zhulhijjah sebagai bulan Haram, khususnya sepuluh awal Bulan Zhulhijjah.
Imam Ibnu Rajab berkata, “Hadits Ibnu Abbas menjadi dalil dilipat gandakan (pahala) semua amalan shalih pada sepuluh hari awal Dzulhijjah tanpa pengecualian apapun.” (Lathaif Al-Ma’arif: 328).
Imam Ibnu Rajab berkata, “Dan telah diriwayatkan mengenai kekhususan puasa pada hari-harinya dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah serta memperbanyak zikir padanya disebutkan dalam hadits-hadits yang patut disebutkan karena shahih, bukan yang tidak patut disebutkan karena tidak shahih.” (Lathaif Al-Ma’arif: 328).
Di antara hadits-hadits yang menjelaskan amalan-amalan khusus pada sepuluh hari awal Zhulhijjah berupa puasa, memperbanyak zikir seperti takbir, tahlil, tahmid, dan lainnya, yaitu:
Dari Huwaidah bin Khalid, dari istrinya, dari sebahagian istri Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di sembilan hari (awal) dari bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari setiap bulan yaitu awal Senin dan dua Kamis.” (HR. An-Nasa’i dan Abu Daud)”.
Dari Hafsah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu puasa ‘Asyura, sembilan hari (awal) bulan Dzulhijjah, tiga hari setiap bulan, dan dua rakaat sebelum shubuh.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah hari-hari yang paling agung dan paling dicintai oleh Allah untuk melakukan amal shalih padanya melainkan sepuluh hari (awal Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid“. (HR. Ahmad).
Anjuran untuk memperbanyak amal shalih pada sepuluh hari awal Dzulhijjah tidak hanya pada hari-harinya, tapi juga pada malam-malamnya.
Imam Ibnu Rajab berkata, “Adapun menghidupkam malam-malam sepuluh awal Dzulhijjah mustahab (dianjurkan). Telah ada hadits dalam hal itu. Ada hadits-hadits yang menjelaskan kekhususan menghidupkan dua malam pada dua hari raya namun tidak shahih, dan disebutkan dikabulkan doa pada kedua malam itu. Imam Syafi’i dan para ulama lainnya menganjurkannya (menghidupkan malam-malam sepuluh Dzulhijjah). Sa’id bin Jubair yang meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, “Jika masuk sepuluh hari awal Dzulhijjah ia bersungguh-sungguh dalam ibadah sehingga hampir saja tidak mampu lagi melakukannya.”. Diriwayatkan pula darinya, ia berkata, “Jangan kamu padamkan lampu pada malam sepuluh hari awal Dzhulhijjah”, ibadah itu menarik hatinya.” (Lathaif Al-Ma’arif: 339).
Keutamaan Hari-Hari Sepuluh Zhulhijjah Dari Hari-Hari di Bulan-Bulan Lainnya
Dari segi waktu itu sendiri, sepuluh hari merupakan hari-hari yang agung dan mulia melebihi hari-hari dalam setahun. Ini menunjukkan keutamaan sepuluh hari pertama Dzulhijjah dari hari-hari bulan-bulan lainnya dalam setahun.
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Tampaknya sebab yang menjadikan istimewanya sepuluh hari (pertama) Dzulhijjah adalah karena padanya terkumpul ibadah-ibadah induk (besar), yaitu: shalat, puasa, sedekah dan haji, yang (semua) ini tidak terdapat pada hari-hari yang lain.” (Fathul Baari: 2/593).
Di antara keutamaan sepuluh hari awal Zhulhijjah yaitu Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan sepuluh malam pada sepuluh hari awal bulan Dzulhijjah secara umum dan dengan sebahagianya secara khusus. (Lathaif Al-Ma’arif: 345).
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Demi fajar, Dan demi malam yang sepuluh.” (Al-Fajr: 1-2). Para ulama menafsirkannya dengan sepuluh malam awal Dzulhijjah, sebagaimana ditafsirkan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid, ‘Ikrimah, Masruq, dan kebanyakan para ulama dari kalangan ulama salaf dan khalaf. (Tafsir Ath-Thabari: 30/180, Tafsir Ibnu Katsir: 8/255). Pendapat ini yang dipilih oleh imam Ath-Thabari, imam Ibnu Katsir dan imam Ibnu Rajab serta menjadi pendapat mayoritas para ulama.
BACA JUGA: Puasa Dzulhijjah; Haruskah Dilakukan 9 Hari?
Masruq, seorang ulama tabi’in, menafsirkan firman Allah ta’ala, ‘Dan demi sepuluh malam” (Al-Fajr: 2), ia berkata, “yaitu hari-hari yang paling utama dalam setahun. (HR. Abdurrazak dan lainnya)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah hari-hari yang paling agung dan paling dicintai oleh Allah untuk melakukan amal shalih padanya melainkan sepuluh hari (awal Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid“. (HR. Ahmad).
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah hari-hari yang paling utama di sisi Allah dari hari-hari sepuluh hari (awal) Dzulhijjah.” (HR. Ibnu Hibban).
Dalam riwayat lain ada tambahan, “Dan tidak ada malam-malam yang lebih utama dari malam-malamnya. Rasulullah ditanya, “Wahai Rasululllah ! apakah hari-hari itu lebih utama dari persiapan (penantian) mereka untuk berjihad di jalan Allah?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Hari-hari itu lebih utama daripara persiapan mereka untuk berjihad di jalan Allah, kecuali orang yang tersungkur wajahnya ke tanah (mati syahid). Dan tidak ada satupun yang lebih utama dari hari ‘Arafah.” (HR. Abu Musa Al-Madini).
Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hari-hari dunia yang paling utama adalah hari-hari sepuluh awal Zhulhijjah.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidakkah juga sama (keutamaan) hari-hari (sepuluh awal Zhulhijjah) dengan jihad fi sabilillah? Tidak juga sama dengan hari-hari itu dengan jihad fi sabilillah kecuali orang yang mati syahid.” (HR. Al-Bazzar dan lainnya).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Tidak ada hari yang paling agung di sisi Allah dari hari Jum’ah melainkan sepuluh hari awal Dzulhijjah.” Ini menunjukkan bahwa sepuluh hari awal Zhulhijjah lebih utama dari hari-hari Jum’at yang merupakan hari-hari paling utama. (Lathaif Al-Ma’arif: 344).
Dari Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari ka’ab radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Allah memilih masa tertentu, dan masa yang paling dicintai oleh Allah adalah bulan-bulan haram, dan bulan-bulan haram yang paling dicintai oleh Allah adalah Dzulhijjah, dan hari-hari bulan Dzulhijjah yang paling dicintai oleh Allah adalah sepuluh hari pertama.”
Keutamaan lainnya, pada sepuluh hari awal Dzulhijjah ini terdapat hari ‘Arafah yang merupakan hari yang paling utama dalam setahun. Ini menunjuklan keutamaan sepuluh hari awal Zhulhijjah.
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallahu ‘alahi wasalam bersabda, “Hari yang paling utama adalah hari ‘Arafah.” (HR. Abu ‘Awanah dan Ibnu Hibban).
Dari Jabir radhilyallahu ‘anhu, dari Nabi shallahu ‘alahi wasalam bersabda, “Dan tidak ada satupun yang lebih utama dari hari ‘Arafah.” (HR. Abu Musa Al-Madini).
Imam Ibnu Rajab berkata, “Dan juga (keutamaan lainnya) sepuluh hari awal Zhulhijjah mencakup hari ‘Arafah, dan telah diriwayatkan bahwa ia adalah hari yang paling utama dari hari-hari dunia sebagaimana telah datang dari hadits Jabir yang telah kami sebutkan.” (Lathaif Al-Ma’arif: 344).
Imam Ibnu Hajar juga berkata, “Semua ini menunjukkan bahwa sepuluh hari awal Zhulhijjah lebih utama dari hari-hari di bulan lainnya tanpa ada pengecualian, ini dalam hari-harinya.” (Lathaif Al-Ma’arif: 344).
Menurut imam Ibnu Rajab, malam-malam sepuluh hari awal Zhulhijjah lebih utama dari malam-malam sepuluh Ramadhan. Beliau membantah pendapat ulama yang mengatakan bahwa sepuluh Ramadhan lebih utama dari sepuluh hari awal Zhulhijjah.
BACA JUGA: 5 Amalan Khusus di Bulan Dzulhijjah
Imam Ibnu Rajab berkata, “Adapun pada malam-malamnya, sebahagian ulama mutaakhirin mengklaim bahwa malam-malam sepuluh Ramadhan lebih utama dari malam-malamnya, karena terdapat padanya malam Lailatul Qadar, ini (pendapat) yang sangat jauh (dari kebenaran.
Kalau hadits Abu Hurairah “Menghidupkan semua malam-malam darinya (sama) dengan menghidupkan malam Lailatul Qadar” itu shahih, maka hadits ini dengan jelas menunjukkan keutamaan malam-malam sepuluh hari awal Dzhulhijjah dari malama-malam sepuluh Ramadhan, karena sepuluh hari Ramadhan memiliki keutamaan dengan satu malam darinya, dan ini (sepuluh hari awal Zhulhijjah) semua malamnya sama keutama’an dengan malam Lailatul Qadar dalam menghidupkan malamnya dengan ibadah menurut hadits ini, akan tetapi hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Abu Musa (Al-Madini) jelas menunjukkan keutamaan hari-harinya seperti malam-malamnya juga.
Dan jika dikatakan hari-hari, maka sudah termasuk ke dalamnya malam-malamnya secara otomatis, dan demikian pula malam-malam masuk dalam hari-harinya. secara otomatis. Dan Allah ta’ala telah bersumpah dengan malam-malamnya, Dia berfirman, ” Demi Far. Dan demi malam yang sepuluh.” (Al-Fajr: 1-2). Ini juga menunjukkan keutamaan malam-malamnya (sepuluh hari awal Zhulhijjah). Akan tetapi, tidak ada satupun hadits shahih bahwa malam-malamnya dan tidak pula satu malam darinya sebanding dengan malam Lailatul Qadar.” (Lathaif Al-Ma’arif: 344).
Selanjutnya beliau berkata, “Yang benar setelah dikaji masalah ini adalah pendapat beberapa ulama muta’akhirin yang berpendapat bahwa keseluruhan sepuluh hari awal Zhulhijjah ini lebih utama dari keseluruhan sepuluh Ramadhan, meskipun pada sepuluh Ramadhan ini terdapat satu malam yang tidak ada lebih utama dari malam itu.” (Lathaif Ma’arif: 345).
Keutamaan lainnya, bulan Dzulhijjah merupakan bulan yang paling utama dari bulan-bulan haram.
Imam Ibnu Rajab berkata, “Dan apa telah berlu perkataan Ka’ab menunjuikan bahwa bulan Zhulhijjah lebih utama dari bulan-bulan haram. Begitu pula Sa’id bin Jubair pera hadits ini dari Ibnu Abbas, “Tidak ada bulan-bulan yang paling besar keharamannya melainkan bulan Zhulhijjah.”.
Di dalam musnad Al-Bazzar, dari Abu Sa’id Al-Khudhuri, dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam, “Penghulu segala bulan adalah Ramadhan, dan yang paling besar keharamannya adalah Zhulhijjah.”
Pada sanadnya ada perawi dhaif. Di dalam Musnad Imam Ahmad, dari Abu Sa’id Al-Khudhuri juga, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda pada haji wada’ dalam khutbahnya pada hari Nahr (Hari Raya Kurban), “Ketahuilah ! Sesungguhnya hari-hari yang besar keharamanmya adalah hari-hari kalian ini. Ketahuilah! Sesungguhnya bulan-bulan yang paling besar keharamannya adalah bulan kalian ini. Dan ketahuilah! Sesungguhnya negeri yang paling besar keharamannya adalah negeri kalian ini.”
Dan diriwayatkan demikian juga dari Jabir, wabishah bin Ma’bad, Nayyith bin Syarith, dan lainnya, dari Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam. Semua ini menunjukkan bahwa bulan Zhulhijjah adalah bulan yang paling utama dari bulan-bulam haram lainnya, di mana ia paling besar keharamannya.” (Lathaif Al-Ma’arif: 345)
Di antara keutamaanya, bulan Zhulhijjah merupakan penutup bulan-bulan yang ditentukan yaitu bulan-bulan haji yang Allah berfirman padanya, “(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi,” (Al-Baqarah: 197) yaitu Syawal, Zhulqa’dah dan sepuluh hari awal Zhulhijjah. Diriwayatkan demikian dari Umar, anaknya Abdullah, ‘Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, dan lainnya dari para sahabat. Inilah pentapat kebanyakan para ulama tabi’in, mazhab Asy-fi’i, Ahmad, Abu Hanifah, Abu Yusuf, Abu Tsaur, dan lainnya. Akan tetapi Asy-fi’i dan sekelompok ulama lainnya mengeluarkan hari Nahr darinya, namun kebanyakan ulama memasukkannya, karena ia haji akbar, dan padanya ada terjadi kebanyakan perbuatan manasik haji. Sebahagian ulama berkata, “Zhulhijjah semuanya termasuk bulan-bulan haji. Ini pendapat Malik, Asy-Syafi’i dalam qaul qadim, dan satu riwayat dari Ibnu Umar juga, serta diriwayatkan oleh sekelompok ulama salaf, padanya ada hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, namun tidak shahih,. (Lathaif Al-Ma’arif: 348).
BACA JUGA: Amalan-Amalan 10 Hari Awal Dzulhijjah
Di antara keutamaannya, sepuluh hari awal Dzulhijjahmerupakan hari-hari yang Allah yang sudah ditentukan oleh Allah untuk berzikir padanya atas rezki dari Allah berupa hewan.
Allah ta’ala berfirman, “Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, atau mengendarai setiap unta yang kurus, mereka datang dari segenap penjuru yang jauh. Agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan agar mereka menyebut nama Allah pada beberapa hari yang telah ditentukan atas rezeki yang diberikan Dia kepada mereka berupa hewan ternak.” (AL-Hajjj: 27-28).
Mayoritas ulama berpendapat bahwa beberapa hari yang telah ditentukan ini adalah sepuluh hari awal Zhulhijjah, di antara mereka adalah Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Al-Hasan, ‘Atha’, Mujahid, ‘Ikrimah, Qatadah, An-Nakh’iy, Abu Hanifah, Asy-Syafi’i dan Ahmad dalam pendapat yang masyhur darinya.” (Lathaif Al-Ma’arif: 345).
Inilah hari-hari yang paling agung dan paling utama di sisi Allah ta’ala dalam sepanjang tahun. Oleh karena itu, perbanyaklah amal shalih padanya. Karena, amal shalih yang dilakukan pada hari-hari ini paling dicintai oleh Allah ta’ala. Semoga Allah ta’ala menerima amal shalih kita pada hari-hari ini. Aamiin. []
Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Doktor bidang Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM)