IBU hendak pergi ke rumah nenek selama dua hari. Ia menitipkan bunga mawarnya kepada Rumi, putrinya.
Dengan bersemangat, Rumi merawat bunga-bunga mawar milik sang bunda.
Namun suatu hari, Rumi tak sengaja menyenggol vas bunga itu. Bunga kesayangan sang bunda yang semula tersusun rapi pun berantakan dan rusak.
Rumi sangat ketakutan, namun ia tak bisa melakukan banyak hal selain menunggu ibunya pulang dan mengakui kesalahannya.
Ketika ibunya pulang, Rumi langsung mengatakan yang sejujurnya, “Ibu, maafkan Rumi. Vas bunganya tersenggol dan bunga kesayangan ibu menjadi rusak.”
Mendengar pengakuan Rumi, ibunya malah tersenyum.
“Mengapa ibu tidak marah?” tanya Rumi heran.
“Bunga-bunga itu memang kesayangan ibu. Bunga itu ibu tanam untuk memberikan keindahan dan bukan untuk marah.”
Terkadang kita mengeluarkan emosi ketika kita dapati hal terbaik dalam diri kita terusik. Kita menjadi marah dan melukai banyak orang.
Sadarkah kita bahwa kita dianugerahi anak-anak bukan untuk menjadi sasaran kemarahan? Demikian juga suami, istri dan sahabat.
Mereka ada bagi kita untuk membuat hidup kita bahagia sehingga tak layak bagi kita untuk menjadikannya pelampiasan emosi. Sayangi mereka sama seperti Sang Maha Kuasa menyayangi kita. Mereka adalah keindahan yang diberikan-Nya. []
Disadur dari Iphincow.com