MENJELANG beralihnya tahun, musim haji ke Makkah kembali tiba. Nabi mengutus sebuah rombongan yang dipimpin oleh abu bakar. Tak lama setelah berangkat turunlah Wahyu dari Allah, ayat pertama-tama dari surah At-taubah, dimana kebebasan dari kewajiban ditegaskan.
`Ali, sepupu sekaligus menantu Nabi, diutus untuk membuat deklarasi ini atas nama Nabi. Ketika menyampaikan sifat deklarasi tersebut, Abu Bakar memikirkan apakah Ali diperintahkan hanya membuat saja ataukah mengumumkannya. Hingga menjelang berakhirnya haji, pada hari berkorban, `Ali membacakan keras-keras perintah Allah kepada para jamaah.
BACA JUGA: Peran Kaum Muhajirin Dalam Masa Hijrah
“(Inilah pernyataan) pemutusan perhubungan daripada Allah dan Rasul-Nya (yang dihadapkan) kepada orang-orang musyrikin yang kamu (kaum muslimin) telah mengadakan perjanjian (dengan mereka)… Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang musyrikin), padahal jika mereka memperoleh kemenangan terhadap kamu, mereka tidak memelihara hubungan kekerabatan terhadap kamu dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Mereka menyenangkan hatimu dengan mulutnya, sedang hatinya menolak. Dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik (tidak menepati perjanjian).” (Qs at-taubah [9]: 1-8).
Lalu Ali mengemukakan isi dari deklarasinya, “Aku diperintahkan untuk menegaskan kepadamu bahwa orang kafir tidak akan masuk surga. Tidak ada orang kafir, setelah tahun ini, harus melaksanakan haji. Tidak pula diizinkan untuk melakukan thawaf. Siapa saja yang telah melakukan perjanjian dengan Rasul, perjanjian itu harus dihormati hingga waktu yang ditentukan. Empat bulan diberikan waktu bagi suku-suku sehingga mereka dapat kembali ke rumah dengan aman. Setelah itu kewajiban Rasul berakhir.”[]
Sumber: Sirah Nabi Muhammad Saw /Penerbit: Marja /Penulis: Prof. Abdul Hamid Siddiqi,2005