SUATU ketika seorang wanita datang mengunjungi Buya Hamka untuk curhat. Sambil menangis ia cerita ke Buya.
“Buya… Suami saya nikah lagi. Sakit hati saya Buya… Sakit sekali! Ingin cerai rasanya!
Susah payah saya temani dia sampai punya lima anak, Eeh malah sekarang dia seenaknya nikah lagi !
Saya harus bagaimana Buya ?!”
Buya terdiam. Ia menghela nafas. Buya adalah seorang lelaki setia. Selama puluhan tahun menikah, Sama sekali tak pernah terpikir di benaknya menduakan istri yang telah memberinya 12 anak. Bahkan sampai istrinya wafat sekalipun, Tak terbersit sedikitpun keinginan menikah lagi
Walau puluhan orang datang silih berganti menawarkan anak atau saudara perempuan mereka untuk dinikahi, Buya tetap bergeming. Tidak mau menikah lagi
“Belum lepas ingatan saya pada istri yang sudah membersamai saya puluhan tahun”
Tapi sebagai ulama ia harus memberi jawaban sesuai syariat. Bukan jawaban berdasar pengalaman pribadi atau emosi semata. Maka ia tanyai wanita tadi
+ “Ananda shalat?”
– “Shalat Buya. Malah sering juga shalat Dhuha, Tahajjud, Dan puasa senin kamis”
+ “Suami ananda shalat ?”
– “Selama ini kami selalu melakukannya bersama”
+ “Jadi apa alasan ananda meminta cerai ? Sudahkah dipikirkan masak-masak ?”
Wanita itu menangis
Ia pun bercerita. Ia dan suami menikah karena saling cinta. Saat ini sudah menikah 9 tahun dan memiliki 5 anak. Pernikahan mereka bahagia, Hanya ada satu hal yang mengganggu :
Aktivitas hubungan badan suaminya tak pernah berkurang
Sebagai ibu 5 anak sekaligus seorang guru, Ia sering kelelahan. Maka ia pun sering menolak hasrat suaminya. Karena sering menolak, Maka mereka jadi sering terlibat pertengkaran
Klimaksnya adalah saat suaminya minta ijin nikah lagi. Bahkan sudah dua bulan suaminya jarang pulang. Ia mencurigai si suami sudah menikah lagi
– “Itu sebabnya saya ingin cerai, Buya”
Buya menjawab
+ “Cerai memang sesuatu yang halal. Tapi tidak disukai Allah
Terkait suami ananda, Ada dua jenis laki-laki yang memiliki ‘bakat alam’ seperti dia :
*Jenis pertama*, Adalah lelaki beriman
Dia takut pada Tuhannya. Takut menjalani perbuatan yang dimurkai Allah, Juga takut kehilangan istrinya. Dia sayang pada keluarganya. Maka sebagai jalan keluar untuk mengatasi bakat biologisnya, Ia pun menikah lagi. Walau secara diam-diam
Menikah dengan cara ini halal, Tidak dimurkai Allah
*Jenis kedua*, Adalah laki-laki yang tidak takut Allah, Apalagi takut pada istrinya
Dia akan berbuat semaunya termasuk berzina. Malah lebih parah lagi, Bisa-bisa ia melakukan perkosaan sebagai pelampiasan”
Lalu bagaimana halnya dengan istri ?
Sama saja. Ada dua macam istri :
*Jenis pertama*, Adalah istri yang tak takut Allah, Apalagi suaminya
Istri yang tak takut Allah ini akan melarang suaminya menikah lagi. (Ia tak sanggup melayani suami, Tapi juga tak memberi solusi. Ditambahi oleh Fathi). Sehingga memberi peluang suaminya berzina di luar rumah
Hanya ini yang bisa Buya sampaikan. Buya dilarang agama untuk menganjurkan ananda mengajukan cerai ke suami. Dan Buya tidak berhak menganjurkan ananda untuk bersabar. Keputusan ada di tangan ananda. Semua tergantung tinggi rendahnya iman seseorang pada Allah. Sekian ya ?”
Tak lama si wanita itupun pulang
Empat bulan kemudian ia berkunjung lagi ke rumah Buya. Kali ini bersama suami dan 5 anaknya. Di akhir silaturahmi, Si wanita berkata pada Buya, “Buya, Saya lebih takut Allah daripada takut dimadu.”
[]
*Buya Hamka dan wanita yang dipoligami* | Diambil dan diringkas dari buku “AYAH”, Biografi Buya Hamka rahimahullah. Ditulis oleh putra beliau Irfan Hamka tahun 2013 | Diterbitkan Republika halaman 2 s.d. 5