JAKARTA–Anggota Badan Wakaf Indonesia Irfan Syauqi Beik menyampaikan bahwa wakaf uang bisa menjadi jalan pintas umat mengejar ketertinggalan ekonomi. Sebagai mayoritas di negeri ini, ketertinggalan ekonomi umat ini juga menunjukkan permasalahan ekonomi bangsa yang tidak kunjung selesai. Wakaf uang menjadi simbol kepedulian sesama umat untuk mengejar ketertinggalan itu.
“Kita melihat ketimpangan ekonomi yang tinggi antara kelompok kaya dan miskin. Kalau kita mengejar melalui pengembangan usaha saja, apalagi sendiri-sendiri, maka akan sulit. Salah satu cara mereduksi ketimpangan itu dengan konsep berbagi, growth through equity, melalui wakaf uang. Kita bisa mengejar ketertinggalan ekonomi justru melalui semangat berbagi ini,” katanya.
BACA JUGA: Mewakafkan Uang, Bolehkah?
Zakat, Infaq, maupun Sodaqoh memang bisa digunakan untuk mengejar ketertinggalan itu, namun itu tidak cukup. Ketiganya tidak mengharuskan digunakan untuk kegiatan produktif, sementara wakaf menekankan kegiatan produktif menjadi keharusan. Selain itu, wakaf sampai kapanpun nilai pokoknya tidak boleh berkurang, termasuk dalam wakaf uang.
“Dengan adanya wakaf uang ini, orang berwakaf tidak harus menunggu kaya, karena bisa berwakaf dengan uangnya. Seseorang tidak musti jadi kaya dulu, punya gedung dulu, punya tanah dulu, tapi berapapun uang yang dimilikinya, dia bisa sisihkan untuk wakaf,” ungkapnya, Selasa (09/01) petang saat berbincang dengan TV MUI.
“Dalam konteks wakaf uang adalah menahan nilai pokoknya. Kita pastikan nilai pokok uang ini tidak mengalami penurunan. Maka perlu diinvestasikan dalam kegiatan ekonomi yang produktif,” imbuhnya.
BACA JUGA: Syarat-syarat Wakaf yang Harus Diketahui
Dia menyampaikan, pada zaman Turki Utsmani, wakaf uang pernah berjalan dengan baik. Wakaf Uang pada saat itu menjadi penggerak perekonomian. Berkaca pada kondisi terkini, umat punya potensi dan peluang menjadi wakaf uang sebagai mesin pertumbuhan ekonomi umat.
Wakaf Uang, menurut dia, adalah juga bentuk kepedulian sesama umat. Wakaf Uang menjadi simbol sinergi yang membawa perubahan. Penyakit umat selama ini adalah ingin maju sendiri-sendiri. Kebiasaan seperti ini, kata dia, kurang pas dengan kondisi saat ini yang lebih membutuhkan sinergi dan kerjasama. []
SUMBER: MUI