Tubuh kita dipenuhi dengan hal-hal yang berbeda-beda. Semua itu tumbuh dalam diri dan memberikan manfaat yang amat luar biasa. Salah satunya bulu. Ya, bulu dalam diri kita terdapat di berbagai macam bagian, dan salah satu di antaranya ialah bulu ketiak.
Sebenarnya bulu ketiak bisa saja memberikan efek yang tidak nyaman. Sebab, keberadaannya di tempat yang sensitif, dan akan ada rasa yang tidak biasa jika kita memiliki bulu pada ketiak. Maka alangkah lebih baik jika kita membersihkannya. Demikian hal ini disebutkan pula dalam syariat Islam. Lalu, apa hukumnya ya?
Para ulama fiqih sepakat, mencabut bulu ketiak hukumnya sunah bagi laki-laki dan perempuan.
“Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, memelihara jenggot, bersiwak, istinsyaq (menghirup air ke dalam hidung,-pen), memotong kuku, membasuh persendian, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, istinja’ (cebok) dengan air.” Zakaria berkata bahwa Mu’shob berkata, “Aku lupa yang kesepuluh, aku merasa yang kesepuluh adalah berkumur,” (HR. Muslim no. 261, Abu Daud no. 52, At Tirmidzi no. 2906, An Nasai 8/152, Ibnu Majah no. 293)
Diceritakan oleh Yunus bin Abdul A’la, katanya, “Saya datang ke rumah Syafi’i, saya dapati di sampingnya berdiri seorang tukang rias sedang mencukur bulu ketiaknya. Maka berkata Syafi’i, ‘Saya tahu mencabut bulu ketiak hukumnya sunah. Tetapi, saya tidak kuat karena sakit’.”
Sunnah mendahulukan mencabut bulu ketiak yang kanan. Sebab, hadis Rasulullah ﷺ yang menyatakan bahwa Beliau memulai sesuatu dengan yang serba kanan. Memakai terompah, berjalan, bersuci dan segala seluk beluknya, semuanya dimulai dengan yang kanan. (Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA).
Maka, bagi kaum laki-laki dan perempuan, remaja atau dewasa, sudah menikah atau belum, hendaknya menjaga sunnah fitrah ini, yaitu membuang bulu ketiak apabila sudah panjang. Dan jangan membiarkannya lebih dari 40 hari.
“Kami diberi batasan waktu oleh Rasulullah untuk mencukur kumis, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur bulu kemaluan, tidak dibiarkan lebih dari 40 hari,” (HR. Muslim).
Kenapa Harus Dicabut Tidak Dicukur Saja?
Syaikh Hasan bin Abdus Satir An-Nu’mani berkata,
“Sesungguhnya Rabb Kita Subhanahu wa Ta’ala tidaklah mensyariatkan kecuali ada hikmah dan hikmah ini (mencabut bulu ketiak) sebagaimana pemahaman para ulama adalah mencabutnya bermanfaat sesuai keadaan di ketiak karena menjadikan ketiak lembut , terjaga , mencabut akar rambut dari asalnya (folikel) dan mencegah dari bau yang tidak enak.
Jika dicukur maka bisa menambah (lebatnya) bulu ketiak, membuat kulit menjadi tebal dan kaku serta bisa menjadi tempat timbulnya bau tidak enak. Oleh karena itu yang lebih afdhal adalah mencabut akan tetapi terasa sakit pada sebagian orang.”
Bagaimana Jika Sakit? Bolehkah Dicukur?
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata,
“Mencabut bulu ketiak adalah sunnah karena merupakan fitrah, meninggalkannya adalah perbuatan yang kurang baik (kurang afdhal maksudnya, pent), jika dihilangkan dengan mencukur atau dengan tawas maka boleh sedangkan mencabutnya lebih afdhal karena mencocoki khabar (hadits), Harb berkata, “Aku katakan kepada Ishaq: ‘Mencabut rambut ketiak lebih engkau sukai ataukah menghilangkannya dengan obat perontok?’ Ishaq menjawab, ‘Mencabutnya, bila memang seseorang mampu’.”
Al-Baidhawi rahimahullah berkata,
“termasuk sunnah menghilangkan rambut adalah mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu kemaluan dengan berbagai cara untuk menghilangkannya maka sah-sah saja. Tujuannya adalah menghilangkan rambut, barangsiapa yang tidak kuat (menahan sakit) ketika mencabut bulu ketiak maka boleh baginya mencukur dengan silet atau sejenisnya.” []
Sumber:
- Fiqih Perempuan/Karya: Muhammad ‘Athiyah Khumais/Penerbit: Media Da’wah
- Muslim Afiyah