Oleh: Iqbal Anggia Yusuf
Direktur Umum LDMI Tasikmalaya
ALLAH SWT Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dia mengasihi setiap makhluk yang diciptakan-Nya seluruhnya tanpa pilih. Dia mengasihi makhluk-Nya dengan memberikan segala kemudahan dan keberlimpahan. Tidakkah kita sebagai makhluk ciptaan-Nya bersyukur? Segala puji hanya kepada Allah Tuhan Yang Maha Pengasih sumber segala kasih.
Keadaan hati manusia berbeda-beda. Ada hati manusia yang gelap, pun ada hati manusia yang bercahaya. Di hadapan Allah tidaklah sama antara keduanya. “Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Dan tidak pula sama gelap gulita dengan cahaya. Dan tidak pula sama yang teduh dengan yang panas. (Fathir: 19-21)
Hati manusia yang gelap adalah mereka yang jahil, pemalas, bodoh, tidak berilmu dan selalu berbuat dosa. Hidupnya carut marut dan penuh dengan kesengsaraan. Walaupun dalam kacamata manusia terlihat lain. Tetapi, di hadapan Allah tentu yang demikian adalah hati manusia yang gelap.
Hati manusia yang bercahaya adalah mereka yang berilmu, bersungguh-sungguh dalam bermuamalah dan beribadah, istiqomah, hidupnya tenang, berkah dan penuh dengan rahmat Allah. Manusia yang hatinya gelap diumpamakan seperti manusia yang buta dan berada di tempat yang panas. Sementara manusia yang hatinya bercahaya diumpamakan seperti manusia yang melihat dan berada di tempat yang teduh lagi sejuk. Tentulah keadaan keduanya berbeda.
Apa yang Allah firmankan dalam Al-Quran adalah ilmu. Ilmu/petunjuk yang dapat menjadikan hati manusia bercahaya (dapat melihat). Barangsiapa yang mentadaburi kemudian mengamalkannya, maka jadilah hatinya bercahaya (teduh dan sejuk). Karena cahaya Allah adalah cahaya yang tersimpan di hati manusia yang beriman.
Manisnya iman hanya bisa dirasakan oleh mereka yang bersungguh-sungguh dan istiqomah dalam menjalankan ketaatan. Karena hanya dengan demikianlah cahaya Allah dapat dicapai. Karena Dia hanya menyayangi hamba-Nya yang beriman kepada-Nya saja. Tidak kepada mereka yang selalu berdosa dan berdusta.
Segala sesuatu yang bersumber dari-Nya adalah cahaya Allah. Dan cahaya Allah adalah wahyu yang satu-satunya dapat menjadikan hati bercahaya. Karena manusia yang bercahaya akan dapat menerangi lingkungan sekitarnya dengan cahayanya. Apa yang dilisankannya adalah cahaya. Apa yang dilakukannya pun adalah cahaya. Karena cahayanya adalah kebermanfaatan bagi lingkungan sekitarnya.
Mereka yang beriman dan bermandikan cahaya Allah akan selalu, “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. (An-Nur: 36-37). Demikianlah tanda-tanda hati mereka yang berselimutkan cahaya.
Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak memberikan kebaikan dan kebermanfaatan kepada sesamanya. Apa yang disampaikannya adalah ilmu. Dan ilmu itu menjadi cahaya baginya dan lingkungan sekitarnya. Maka, hanya ada dua cara untuk mengatasi hati yang gelap, kita sendiri yang menerangi gelapnya atau kita menerangi diri sendiri untuk meneranginya.
Cahaya Allah adalah cahaya Al-Rahman. Karena, “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja). Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (An-Nur: 35)
Dengan petunjuk kita dapat menemukan cahaya, bahkan bisa menjadi cahaya. Tanpa petunjuk kita tidak benar-benar bercahaya dan tidak mungkin menjadi cahaya. Maka, sudah sepantasnya hati kita naungi (terangi) dengan cahaya Allah, cahaya Al-Rahman. Wallaahulmusta’an. []