BERTENTANGAN dengan apa yang diyakini oleh sebagian orang, Nabi Muhammad SAW adalah orang yang sesekali bercanda dengan para sahabanya. Ini, tentu saja, tidak mengherankan jika kita merenungkan kenyataan bahwa humor bisa menghangatkan dan mengangkat semangat para sahabat, sehingga rasanya pantaslah bahwa rasa humor menjadi salah satu karakteristik yang dimiliki oleh Nabi. Namun, tentu saja humor Nabi berbeda dengan kita kebanyakan.
Karakteristik seperti itu sangat dipuji dengan kualitas dan peran lain yang dibutuhkan oleh seorang Nabi seperti seorang guru. Sebagai contoh, kita bisa melihat sebuah peristiwa kecil yang terjadi dalam hidupnya.
Suatu hari, saat beliau mengunjungi rumah Anas ibn Malik, dia meliha adik laki-laki Anas tampak seolah sedih dan tertekan. Setelah menanyakan apa yang telah terjadi padanya, dia diberi tahu bahwa anak laki-laki itu sedang dalam suasana hati yang menyedihkan sejak burung peliharaannya mati.
Ketika anak laki-laki itu muncul lagi, Nabi (saw) berkata: “Abu ‘Umayr, apa yang burung kecil lakukan?” Anak laki-laki kecil itu itu langsung tertawa tergelak-gelak. [1]
Ungkapan yang digunakan oleh Nabi SAW dalam pertanyaannya juga sangat berima dalam bahasa Arab. Kalimat sederhana itu memiliki rasa humor yang sangat halus karena dimulai dengan sebuah khotbah yang khidmat dan berakhir dengan antiklimaks. Dengan cara ini, melalui penggunaan canda, Nabi saw bisa mengajari anak ini untuk menerima kehidupan dan kematian.
Namun, yang penting, yang harus disadari adalah bahwa meskipun Nabi (saw) akan bercanda dengan keluarga dan para sahabat, dan bahkan menertawakan lelucon mereka, memberi mereka nama atau julukan yang bersahabat, dia selalu berperilaku sangat bijaksana dan penuh perhatian. Sesuai dengan tuntutan prinsip moral yang baik.
Selain menahan diri sepenuhnya dari jenis bercanda yang mungkin menyakiti perasaan orang lain, Nabi tidak pernah bercanda tentang apa yang tidak benar, demikian juga dia menginstruksikan yang lain tidak melakukannya. Ia bersabda, “Celakalah orang yang berbicara dan berbohong untuk membuat orang tertawa; Celakalah dia, celakalah dia. “[2]. []
[1] Dikisahkan oleh Al-Bukhari.
[2] Diceritakan oleh Abu Dawud, al-Tirmidzi dan al-Nasaa’i dengan rantai yang baik.