KISAH ini terjadi di Irak, negeri yang terkenal dengan julukan negeri seribu malam. Suatu hari ada seorang pencuri yang sangat lihai di kota tersebut sehingga sering membuat cemas dan gusar penduduknya. Berbagai cara telah ditempuh untuk dapat menangkapnya, namun nihil. Tak ada hasil sama sekali, sang pencuri tetap saja tidak dapat ditemukan. Tentu saja hal ini semakin membuat khawatir penduduk di sana.
Sampai suatu ketika ada salah satu saudagar kaya yang mengadakan sayembara untuk menangkap pencuri tersebut. Sebelumnya, saudagar tersebut telah kehilangan hartanya akibat dicuri. Saudagar itu berjanji akan memberikan seluruh harta yang telah dicuri darinya bagi siapa saja yang berhasil menemukan pencurinya. Sebab, saudagar kaya itu merasa penasaran sebenarnya siapa pencuri yang begitu lihai mencuri di kota tersebut.
Begitu sayembara ini diumumkan tentu saja sangat banyak penduduk yang berpartisipasi, bagaimana tidak hadiah yang ditawarkan begitu menarik perhatian mereka. Namun apa yang terjadi? Tetap saja tidak ada yang mampu menangkap pencuri itu. Sampai akhirnya sang hakim memutuskan untuk meminta bantuan kepada Abu Nawas yang dikenal memiliki kecerdikan dan kesaktian yang luar biasa.
Mendengar berita tersebut, tentu saja membuat si pencuri menjadi takut dan khawatir. Dia sempat berpikir untuk kabur melarikan diri ke kota lain. Namun, dia abaikan pikiran kabur itu. Sebab, melarikan diri hanya akan membuat penyamarannya terbongkar dan membuat sulit untuk mencuri di kota itu lagi.
Tak lama, sepulangnya Abu Nawas dari sebuah perjalanan. Dia memutuskan untuk mengumpulkan seluruh penduduk di sebuah lapangan kota yang cukup besar. Kemudia dia berkata dengan lantang, “Wahai para penduduk kota, kali ini aku akan memberikan kalian masing-masing sebuah tongkat sakti yang telah aku beri mantra. Tongkat ini harus kalian kembalikan kepadaku besok pagi di pengadilan kota. Ketahuilah bahwa tongkat ini akan bertambah panjang satu jari kelingking ketika di pegang oleh pencuri. Dan bagi yang tongkatnya berubah bertambah panjang satu kelingking maka dia akan mengalami kejadian seperti ini.”
Abu Nawas kemudian mengangkat tongkatnya dan mengarahkannya ke sebuah pohon kelapa besar di belakangnya.
”Duarrrrr.” Tiba-tiba pohon kelapa itu meledak, dan buah kelapa jatuh berguguran.
Penduduk kota yang hadir pun merasa takjub dengan apa yang telah mereka saksikan. Mereka mengira telah melihat kejadian kuar biasa yang dilakukan oleh Abu Nawas. Tanpa mereka sadari bahwa pohon kelapa itu sebenarnya telah ditaburi bubuk mesiu peledak oleh istri Abu Nawas, dan ketika mendapat isyarat dari Abu Nawas secara diam-diam, istri Abu Nawas menyalakan api ke arah sumbu mesiu untuk meledakannya.
Hal ini tentu saja membuat hati si pancuri menjadi semakin takut dan panik. Dia terus saja mencurahkan pikirannya agar bisa lolos dari pengujian besok hari. Sampai akhirnya sebelum tidur dia menemukan cara jitu, dia berpikir bagaimana caranya agar tongkat itu tidak bertambah panjang ketika dia pegang besok hari. Dia memutuskan untuk memotong tongkatnya sepanjang satu jari kelingking, agar ketika esok hari tongkat tersebut bertambah panjang akan tetap sama ukurannya dengan tongkat yang lain. Dengan demikian si pencuri dapat bernafas dengan lega. Sebab dia berpikir telah menemukan cara tepat untuk mengelabui Abu Nawas.
Pada pagi hari, satu per satu penduduk menyerahkan tongkat mereka untuk diperiksa panjangnya oleh Abu Nawas. Tentu saja, itu bukan menjadi masalah besar lagi pikir si pencuri. Dengan tenang dia menyerahkan tongkatnya kepada Abu Nawas. Kemudian setelah menyerahkannya dengan percaya diri dan senyum yang mengembang di wajahnya dia pergi.
Namun apa yang terjadi? Abu Nawas seketika menyuruh penjaga untuk menangkapnya. Abu Nawas tahu bahwa orang itu adalah pencurinya karena tongkatnya berkurang panjangnya sepanjang satu kelingking. Tentu saja itu adalah trik cerdik yang Abu Nawas lakukan untuk menjebak si pencuri. Bagaimana bisa dia membuat tongkat bertambah panjang ketika dipegang oleh si pencuri. Tidak mungkinkan, itu hanya sebah trik yang Abu Nawas gunakan.
Si pencuri pun akhirnya diadili dan dihukum sesuai dengan peraturan yang ada. Abu Nawas yang cerdik berhak mendapatkan seluruh barang curian tersebut. Namun, karena kebijaksanaannya Abu Nawas menyerahkan sebagian harta curian itu kepada keluarga si pencuri dan sebagian lagi dia gunakan untuk dirinya dan untuk dibagikan juga kepada orang yang membutuhkan disekitarnya. []
SUMBER: ABI UMMI