BILA Qarun mengatakan bahwa kekayaannya hasil dari kepintarannya, namun Iblis mengatakan bahwa dia diciptakan dari api. Berarti iblis mengakui bahwa kelebihan dirinya berasal dari Allah.
Bila Qarun memproklamirkan bahwa dirinyalah yang bisa menciptakan kemanfaatan, namun Iblis justru meminta sumberdayanya dari Allah. Iblis bisa menggoda, menjerumuskan, dan menyesatkan karena sumber dayanya dari Allah. Jadi, siapakah yang lebih sesar?
Iblis berkata, “Berilah aku penangguhan waktu, sampai hari mereka dibangkitkan.”
Allah berfirman, “Benar, kamu termasuk yang diberi penangguhan waktu.”
Iblis meminta sumberdaya yang paling berharga. Yaitu, waktu. Bukankah permintaan orang Kafir di akhirat adalah meminta waktu? Meminta dikembalikan ke bumi? Sebab hanya dengan waktu seluruh sumberdaya bisa dimanfaatkan. Bila mati, berhargakah kekayaan dan jabatan?
Iblis memanfaatkan sumberdaya dari Allah dengan sangat efektif dan optimal. Sumberdayanya untuk menjalankan visi dan misinya. Tak ada setiap tiupan nafas pun, kecuali ada bisikan syetan yang menyelusup ke hati manusia. Hati terus berbolak balik tanpa ada yang bisa mengendalikannya.
Saat bangun tidur, syetan sudah mengikat manusia dengan 3 ikatan. Saat makan dan minum, syetan mencoba untuk ikut menikmati. Saat masuk ke rumah, syetan mencoba untuk bermukim. Dalam setiap pandangan mata dan ucapan, ada yang berkhianat. Manusia terkepung dari seluruh penjuru.
BACA JUGA:Â Buku Diari (Harian) Para Ulama
Iblis berkata, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.”
Itulah cara Iblis mengoptimalkan sumber dayanya. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke:Â islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter. Redaksi berhak melakukan editing terhadap naskah tanpa mengubah maksud dan tujuan tulisan.