SETIAP yang bernyawa akan mengalami kematian. Ini adalah sebuah kepastian yang tidak akan bisa dibantah siapa pun. Hanya Allah SWT yang abadi dan tidak akan pernah merasakan mati. Berbeda dengan makhluk ciptaan-Nya yang akan mengalami hari akhir.
Albert Camus, filsuf asal Prancis mengatakan bahwa karena kita semua harus mati, karena itu tidak ada yang berarti.
Jauh sebelumnya, al-Khayyam berkata: “Kaca ini dibuat dalam bentuk yang sangat indah, jadi mengapa harus menagalami kehancuran?”
Itu adalah pemikiran destruktif dan nihilistik. Sebaliknya, Nabi Muhammad berkata: “berada di dunia ini ibarat orang asing atau musafir.”
BACA JUGA:Â Mempersiapkan Kematian Husnul Khotimah
Ibnu Umar biasa berkata: “Ketika Anda pergi tidur di malam hari, jangan menunggu fajar, dan ketika Anda bangun, jangan menunggu malam datang. Manfaatkan kesehatan Anda untuk saat sakit dan manfaatkan hidup Anda sebelum kematianmu. “
Hidup itu ibarat persinggahan layaknya bandara; hanyalah persiapan untuk perjalanan panjang yang akan datang.
Allah SWT berfirman yang artinya: “Dialah yang menciptakan maut dan kehidupan untuk menguji kamu tentang siapa di antara kamu yang paling baik dalam perbuatan,” (QS Al Mulk: 2).
Ini adalah cara yang positif untuk melihat kemtian. Alih-alih dipandang sebagai akhir kehidupan, kematian adalah jembatan menuju kehidupan abadi di akhirat. Kita harus beramal shaleh selagi masih bisa.
Ketika kita menghargai bahwa hidup ini singkat, itu akan membantu kita untuk menjadi orang yang lebih pemaaf. Kita akan rela mengesampingkan dendam pribadi, mengetahui bahwa waktu kita dengan orang lain sangatlah terbatas.
Kita dipaksa untuk bertanya pada diri sendiri tiga pertanyaan penting:
1. Bagaimana kita bisa hidup bahagia?
2. Apa yang akan dikatakan orang setelah kita wafat? Inspirasi apa yang akan mereka temukan dalam kisah hidup kita?
3. Akan seperti apakah perbuatan shaleh kita ketika pulang ke akhirat?
Ali ibn Abi Thalib mengatakan: “Dengan setiap nafas, seseorang mendekati kematian. Bekerjalah di dunia ini seolah-olah kamu akan hidup selamanya, tetapi bekerjalah untuk Akhirat seolah-olah kamu akan mati besok.”
Steve Jobs pernah berkisah bagaimana di awal kehidupannya, ia berjuang bagaimana dia dulu harus tidur di lantai kamar temannya, bagaimana dia harus berjalan bermil-mil untuk mendapatkan makanan gratis, bagaimana ibu mudanya harus berjuang untuk menemukan orang untuk mengadopsi dia ketika dia dilahirkan. Lalu bagaimana dia dengan mudah keluar dari perusahaan yang telah didirikannya, dan bagaimana perasaannya ketika dia didiagnosis menderita kanker pankreas.
Jobs kemudian berkata: “jika kamu hidup setiap hari seolah-olah itu adalah hari terakhirmu, suatu hari kamu pasti akan benar.”
BACA JUGA:Â Kematian adalah Sebuah Keniscayaan
Berikut cara memandang positif kematian:
1. Berhenti menganggap kematian sebagai perjalanan ke suatu tempat tanpa penindasan atau ketidakadilan. Pada hari kiamat, Allah akan dikatakan: ” Hari ini, setiap jiwa akan dibalas sesuai dengan apa yang telah didapatnya. Tidak ada ketidakadilan hari ini,” (QS. Ghafir: 17).
2. Kematian adalah reuni dengan orang yang kita cintai yang telah meninggal. Tepat sebelum dia meninggal, Muadh ibn Jabal berkata: “Besok, saya akan bertemu dengan orang-orang yang saya cintai, Muhammad dan para sahabatnya.”
3. Ini adalah pembebasan dari penjara keberadaan materi. Nabi bersabda: “Dunia adalah penjara orang beriman.”
4. Ini adalah rahmat bagi mereka yang hidupnya terkena penyakit yang melemahkan, kekurangan atau ketidakmampuan atau ketika pikiran seseorang memburuk sedemikian rupa sehingga mereka tidak dapat lagi berinteraksi dengan orang yang mereka cintai.
5. Kematian mirip dengan tidur. Keduanya adalah perubahan kondisi keberadaan kita. Kematian adalah perpindahan permanen ke kehidupan lain, sedangkan tidur hanya mati sementara.
6. Mengetahui bahwa kita akan mati suatu hari nanti membantu kita untuk tetap bersyukur ketika menghadapi kesengsaraan hidup. []
SUMBER: ISLAMRELIGION