SEORANG muslim pasti pernah mendengar bahwa air liur anjing itu najis. Salah satu hikmah nasjisnya air liur anjing adalah adanya bakteri bernama Capnocytophaga canimorsus yang bisa menginfeksi manusia.
Bakteri ini terisolasi dalam mulut anjing. Ia tak menimbulkan pengaruh buruk bagi hewan tersebut, tapi dapat menginfeksi orang-orang yang memiliki kekebalan tubuh rendah seperti anak-anak dan manula.
BACA JUGA: Jibril Terhalang Gara-gara Seekor Anak Anjing Bersembunyi di Rumah Rasulullah SAW
Kabar mengenai najisnya air liur anjing juga pernah disampaikan Rasulullah SAW.
Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Bersihkan bejana/ wadah kalian yang telah dijilat anjing dengan mencucinya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan debu”. Dari
Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Jika anjing menjilat salah satu bejana Anda, maka buanglah isinya dan cucilah sebanyak tujuh kali”.
Dua hadits di atas telah menjelaskan kepada kita akan pentingnya membuang apa yang terdapat dalam bejana/wadah yang telah dijilat oleh anjing. Begitu juga pentingnya membersihkan bejana tersebut dengan mencucinya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan debu.
Memang, terbukti secara ilmiah bahwa anjing membawa sejumlah bakteri dan virus dalam air liur mereka, dan tidak bisa membersihkan bejana/wadah bekas jilatan anjing itu kecuali mencucinya beberapa kali dan satu kali dengan tanah.
Benarlah perkataan Nabi Muhammad SAW ketika beliau memberi isyarat ilmiah dalam haditsnya: membersihkan bejana/ wadah kalian yang telah dijilat anjing adalah mencucinya sebanyak tujuh kali dan salah satunya dengan debu.
Para ilmuwan telah mengungkapkan penemuan ilmiah adanya desinfektan pada tanah. Para ilmuwan telah mempelajari instalasi tanah dan menemukan tanah itu mengandung bahan-bahan jika dicampur dengan bakteri dan kuman, maka kuman itu akan hilang segera.
BACA JUGA: Pakaian Tersentuh Anjing, Bagaimana Mensucikannya?
Liur anjing yang membawa bahan patogen bagi manusia tidak dapat dihilangkan kecuali dengan tanah. Subhanallah.
Kita bisa melihat melalui hadits ini bahwa Nabi telah mengisyaratkan penemuan ilmiah di atas yang baru bisa dibuktikan pada paruh abad kedua puluh. Hal ini menunjukkan bahwa Nabi tidak mendapatkan pengetahuan kecuali atas pengajaran langsung dari Allah SWT.
Sementara, pada masa itu yaitu abad ketujuh Masehi zaman pada saat Nabi kita hidup, tidak ada seorang manusia pun yang memililki pengetahuan medis ini. Allahu alam bishawwab. []