PENGERTIAN zuhud yang lebih bagus dan mencakup setiap pengertian zuhud yang disampaikan oleh para ulama, adalah yang disampaikan oleh Abu Sulaiman Ad Daroni.
Beliau mengatakan, “Para ulama berselisih paham tentang makna zuhud di Irak. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah enggan bergaul dengan manusia. Ada pula yang mengatakan, “Zuhud adalah meninggalkan berbagai macam syahwat.” Ada pula yang memberikan pengertian, “Zuhud adalah meninggalkan rasa kenyang”
Namun definisi-definisi ini saling mendekati. Aku sendiri berpendapat,
أَنَّ الزُهْدَ فِي تَرْكِ مَا يُشْغِلُكَ عَنِ اللهِ
“Zuhud adalah meninggalkan berbagai hal yang dapat melalaikan dari mengingat Allah.”
BACA JUGA: Memulai Zuhud dari yang Paling Ringan
Syekh Muhammad Nawawi ibnu Umar al-Jawi dalam kitabnya Nashaih al-‘Ibad menjelaskan ada tiga cara untuk mencapai zuhud. Zuhud sendiri bermakna berpindahnya keinginan dari suatu hal pada apa yang lebih baik darinya.
Singkatnya, zuhud adalah melepaskan hati dari pengaruh dunia. Untuk menggapai zuhud, Syekh Muhammad Nawawi mengatakan bahwa seorang alim, Ibrahim Ad-hamra ra menjelaskan:
“Dengan tiga cara aku melihat kuburan itu menjadi ngeri, sedangkan aku belum mendapatkan pelipur. Aku melihat jalan yang panjang sedangkan aku belum mempunyai bekal. Dan aku melihat Allah yang Maha Perkasa akan mengadili, sedangkan aku belum memiliki alasan.”
Kuburan yang dimaksud adalah kematian. Pelipurnya adalah semua hal yang harus dipersiapkan untuk menghadapi Munkar dan Nakir. Jalan yang panjang yang dikatakannya adalah akhirat, sehingga tiada lain bekalnya adalah amal kebajikan.
Dengan menyadari setiap hamba akan menghadapi kematian, fase akhirat dan kekuasaan Allah SWT, maka seharusnya seorang manusia mengetahui apa yang harus menjadi prioritas.
Mengetahui makna hidup sebagai ladang bekal untuk akhirat akan membuat seseorang selalu berharap bisa melakukan yang terbaik untuk menghadapi fase setelah hidup di dunia.
Ibrahim Ad-hamra diriwayatkan adalah seorang raja di negaranya namun ia meninggalkannya hanya untuk beribadah dengan sungguh-sungguh di Makkah dan kota-kota lainnya.
Dalam kitab Ar-risaalah Qusyairiyyah diterangkan bahwa beliau adalah Abu Ishak Ibrahim bin Mansur dari sebuah daerah di Balqi dan beliau adalah keturunan Raja.
Mempersiapkan bekal untuk akhirat juga diperingatkan Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Hasyr: 18).
BACA JUGA: Zuhudnya Orang Kaya, Bagaimana?
Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa yang niatnya untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya.
Barangsiapa yang niatnya hanya untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi). []
SUMBER: REPUBLIKA