Oleh: Dini Sri Mulyati
SAYA belum benar-benar memahami dampaknya saat itu, ketika seorang teman menyarankan untuk menyimpan catatan di depan cermin. Saat itu saya, yang merupakan seorang remaja, sedang merasa galau dan butuh solusi. Teman saya menyarankan agar saya menuliskan kata-kata motivasi di kertas dan menempelnya di cermin.
Hal itu terus saya lakukan berulang-ulang. Hingga akhirnya saya mengerti apa yang dimaksud teman saya itu. Catatan itu memang tak memberikan solusi. Tapi Setidaknya catatan itu seolah mampu berbicara dan menguatkan diri saya terkait masalah yang terjadi.
BACA JUGA: Catatan Hati Seorang Ibu
Lain cerita, suatu hari ada pengumuman bahwa sekolah saya meraih juara pertama dalam lomba akuntansi (jurusan studi saya). Siapa yang tidak bangga? Apalagi kalau jadi peserta lombanya.
Saya pun termotivasi untuk bisa seperti mereka yang sedang berdiri memegang piala. Saya ingin seperti mereka, bisa menyumbangkan piala untuk sekolah. Saya ingin membanggakan sekolah.
Saat itu dengan tekad yang bulat dan semangat yang berapi-api, saya menuliskan sesuatu di atas kertas.
“Tahun depan, saya akan menjadi peserta lomba akuntansi mewakili sekolah. Dan saya akan menjadi peraih juara satu.”
Lalu saya tempelkan tulisan itu di tempat yang sering saya lihat.
Sebenarnya tulisan itu juga hadir tak lepas dari nasihat seseorang kepada saya.
“Jika kamu ingin mendapatkan sesuatu, maka berikhtiarlah, berdoa dan tulis! Percayalah apa yang kamu inginkan akan terkabul,” ujarnya.
Saya benar-benar mempraktikan itu. Tulisan itu setiap hari saya lihat. Saya tersenyum mantap menatapnya. Tulisan itu berjejer dengan kata-kata motivasi saya di atas cermin. Ajaibnya, tulisan-tulisan itu seakan memiliki satu kesatuan yang berkaitan.
Hingga suatu hari tak lama setelah menulis kata-kata itu, saya dipanggil ke ruang kejuruan tanpa tahu apa maksudnya. Ketika saya masuk saya bingung karena ada beberapa teman yang sudah hadir di sana dengan laptopnya masing-masing.
“Silahkan duduk, buka laptopnya dan kerjakan soal ini, ya!” kata salah seorang guru saya sambil tersenyum.
Saya dan beberapa teman mulai mengerjakan soal, yang entah kenapa soal itu terasa mudah. Saya selesai lebih awal dan meninggalkan ruangan lebih awal untuk melanjutkan kegiatan lain.
BACA JUGA: Catatan tentang Ajal dan Bulan Sya’ban
Beberapa hari setelah itu, wali kelas saya menghampiri saya. Beliau menanyakan kepada saya apakah saya sudah menemui guru ketua jurusan atau belum.
Saya menggelengkan kepala dan bertanya, “Memang ada apa, Bu?”
Beliau menjawab, “Kamu terpilih untuk mewakili sekolah di lomba akuntansi!”.
Sepulang dari sekolah, saya menghampiri cermin. Saya mengambil kertas tulisan itu, menatapnya dan memegangnya dengan tangan bergetar. []