Oleh: Daud Bachtiar
Alumni UIN Syarif Hidayatullah
Amil BAZNAS RI
Pegiat Pendidikan dan Zakat di Indonesia.
dawudbachtiar@gmail.com
BULAN syawal merupakan salah satu bulan dalam perhitungan tahun Hijriyah. Dalam kebudayaan Indonesia bulan tersebut senantiasa dikaitkan dengan momentum pernikahan. Hingga sastrawan seperti Islamil Marzuki mengutip dalam salah satu gubahan lirik lagunya.
Cari wang jangan bingungin,
‘lan Syawal kita ngawinin
Lirik ini merekam bagaimana fenomena yang terjadi sedari dulu bahwa Syawal erat kaitannya dengan menikah. Lantas yang menjadi pertanyaan adalah apakah dasar dari kebiasaan tersebut? Dan benarkan syawal menjadi bulan terbaik untuk menikah?
Menikah di bulan Syawal sering dikaitkan dengan pernikah Rasulullah dan Aisyah, hal ini berdasarkan hadits: “Dari Sayyidah ‘Aisyah radliyallâhu ‘anha berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawal, dan mulai mencampuriku juga di bulan Syawal, maka istri beliau manakah yang kiranya lebih mendapat perhatian besar disisinya daripada aku?’ Salah seorang perawi berkata, ‘Dan Aisyah merasa senang jika para wanita menikah di bulan Syawal.’” (HR. Muslim dan at-Tirmidzi).
Abu Zakariya Yahya bin Syaraf atau lebih dikenal Imam Nawawi dalam al-Minhaj fi Syarhi Shahih Muslim menjelaskan, Sayyidah Aisyah mengatakan itu untuk menepis keyakinan yang berkembang di masyarakat jahiliyah dan sikap mengada-ada di kalangan awam bahwa makruh menikah, menikahkan, atau berhubungan suami-istri di bulan Syawal. Kata Imam Nawawi pula bahwa hadis tersebut mengandung anjuran untuk menikahkah, menikahi, dan berhubungan suami-istri pada bulan Syawal.
Para ulama Syafi’iyah menjadikan hadits ini sebagai dalil terkait anjuran tersebut.” Penjelasan ini setidaknya memuat dua pesan. Pertama, anggapan bulan Syawal atau bulan lainnya sebagai bulan sial tidak mendapat legitimasi dari ajaran Islam. Kedua, para ulama, khususnya dari kalangan madzhab Syafi’i, menganggap sunnah menikah, menikahkan, atau berhubungan intim yang halal pada bulan Syawal.
BACA JUGA: Sejarah nama Bulan Syawal
Jika melihat asbabul wurud (sebab-sebab turunnya hadits) kita akan melihat bahwa memang Rasul menikah dengan Aisyah di bulan Syawal dan bahkan Rasul menikah 3 kali dibulan tersebut. Yakni dengan Saudah binti Zam’ah, Aisyah binti Abu Bakar dan Hindun binti Abi Umayyah Al-Makhzumiyah.
Dalam sejarahnya, suku Quraisy meyakini bahwa menikah dibulan Syawal merupakan sebuah kesialan. Keyakinan turun-temurun ini menjadikan mereka enggan menikah pada bulan tersebut. Bahkan mencela serta melarang siapapun untuk menikah pada bulan Syawal. Kayakinan yang erat ini dipegang hingga seperti akidah.
Islam memegang peranan penting dalam mengubah akidah yang bersandar kepada nenek moyang menjadi yang bersandar kepada al-Quran dan Sunnah. Dengan mengambil tradisi yang baik untuk dipertahankan dan membuang yang bertentangan. Hal ini sejalan dengan kaidah al-muhafazatu ‘ala al-qadm al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadid al-aslah (melestarikan tradisi yang baik dan terbuka dengan modernitas yang baru).
Perihal menikah sama demikian, Rasulullah melakukan perbuatan antitesa dari yang kaum Quraisy yakini dengan menikah di bulan Syawal. Bahkan tiga kali Rasulullah melakukan hal itu. Ini menandakan bahwa apa yang diyakini kaum Quraisy terhadap bulan Syawal yang merupakan bulan sial untuk menikah merupakan hal yang tidak mendasar.
Namun jika melihat dari sudut pandang lain, sebetulnya Rasulullah juga menikah tidak hanya dibulan Syawal. Salah satunya adalah menikahi Khadijah di bulan Safar. Khadijah merupakan istri pertama Rasul dan menjadi satu-satunya istri yang tidak dimadu semasa hidupnya oleh Rasul.
Keagungan sosok khadijah dimata Rasul yang membuatnya terus menerus dikenang hingga setiap Idhul Adha beliau menyembelih kambing dengan menyebut khusus nama Khadijah. Namun semua hal itu dimulai dengan pernikahan yang dilaksanakan bulan Rabiul Awal, bukan bulan Syawal.
BACA JUGA: 3 Bulan Baik untuk Menikah dalam Kalender Hijriah
Semua ini menunjukkan bahwa semua bulan baik untuk menikah, hadits yang senantiasa dikutip untuk menikah dibulan Syawalpun sebenarnya merupakan hadits dari Aisyah yang menjadi jenis hadits Mauquf, yakni hadits yang periwayatannya dari Sahabat bukan Rasulullah.
Bulan syawal memang memiliki banyak keuatamaan, sekaligus merupakan bentuk perlawanan terhadap kepercayaan nenek moyang Quraisy yang tidak berdasar. Maka jika berkesempatan menikah dibulan ini sangatlah beruntung, namun jika tidakpun tidak akan menjadi suatu permasalahan yang dianggap tidak mengambil Sunnah, karena Rasulullah pun menikah pada bulan lain selain Syawal. []