Oleh: Hanifah Qomariah
MAGHRIB menepuk-nepuk bahu. Membangunkan lelap yang baru saja terlena. Padahal kata orang tua jaman dulu, tidur sehabis ashar itu terlarang. ‘Bisi matak rungsing’ alias ga keruan saat mata terbuka dan kesadaran belum sepenuhnya hadir.
Ajakan untuk mengikuti kajian keislaman di salah satu rumah kerabat pun terdengar dari wanita sholehah yang senantiasa menjagaku, seiring muadzin melafalkan iqomat di masjid seberang rumah.
Keponakan kecil pun ikut ribut dengan celotehan khasnya, “Hayu bi, ngaos yuk?!” dengan kesadaran yang muncul tenggelam aku bertutur, “Aduh mak, masih pegel bekas tadi rihlah. Badan ge haraneut gini gening.” Sambil meraba-raba kening. Memang tadi siang aku ceritanya, rihlah diiringi hiking sekejap. Karena tidak terbiasa, beginilah.
Seperti biasa beliau yang demokratis membiarkan aku memilih sendiri, tapi keponakanku itu kembali menyela, “Ih, sieun bi. Kin di bumi sendirian, aya nu nyulik geura.”
Aku hanya terkekeh, menjawab sekenanya. “Ah de, udah banyak yang nyulik hati mah. Udah biasa.” Belum tentu juga dia mengerti, hehe.
Lama sekali tidak bersilaturahim, aku ikut saja. Semoga menjadi penawar rasa sakit. Saat bersiap-siap berangkat, tak ada yang menyangka.
Tiba-tiba saja, keponakan kecilku menghampiri sambil menutup wajah dengan kedua tangannya. Bukan mau bermain cilukba tentu saja, dia berkata “Semangat Bi Ani, berjuang!” dengan lantang dan diucapkan berkali-kali. 
Malu bertabur bahagia.
Malu karena kita masih terlalu sering beralasan sepele untuk berbuat kebaikan. Bahagia, karena mungkin Alloh ingatkan diriku dengan ucapan polosnya yang menggugah semangatku. 

Allah, izinkan aku geer dengan penjagaan dan perhatianMu … []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word.Â