IBNU Athaillah berkata, “Siapa yang mengangkat wakil lalu ternyata ia berkhianat, pasti ia akan memecatnya. Begitu pula keadaan nafsumu. Ia sungguh telah berkhianat. Maka, pecat dan persempitlah jalannya.
Apabila kau melihat istrimu berkhianat, tentu kau akan marah kepadanya. Seharusnya, seperti itu pulalah sikapmu terhadap nafsumu. Sesungguhnya ia telah berkhianat kepadamu sepanjang hidupmu. Orang yang berakal sepakat bahwa jika istri berkhianat, ia tidak boleh dilindungi oleh sang suami. Alih-alih melindunginya, sang suami harus menceraikannya. Karena itu, ceraikanlah nafsumu!”
BACA JUGA: Jika Menikah Hanya karena Nafsu
Menceraikan nafsu dilakukan dengan menentang dan mempersempit jalannya. Jika ia mengajakmu untuk merasakan nikmatnya maksiat, lawanlah dengan menetapi nikmatnya ketaatan.
Apabila ia mengajakmu kepada teman yang jahat, pilihlah teman yang membangkitkan keadaanmu dan mengajakmu kepada Allah. Jika ia mengajakmu kepada ghibah, sibukkan lisanmu dengan berdzikir kepada Allah dan dengan mengurangi makan sesuai dengan kemampuanmu.
Nafsu yang dimaksud di sini adalah yang memerintahkan kepada keburukan. Waspadalah terhadap hal tersebut. Sebab, Allah memperingatkan kita darinya dalam banyak ayat al-Quran, di antaranya:
Nafsu ini selalu memerintahkan keapda keburukan kecuali yang Tuhan beri rahmat. Tuhanku Maha Pengampun dan Penyayang. (QS. Yusuf : 53)
BACA JUGA: Kisah Harut dan Marut Versi Yahudi: Malaikat yang Diberi Hawa Nafsu
Hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya. Maka, saudaranya itu pun dibunuh sehingga ia termasuk orang yang merugi. (QS. Al-Maidah : 30)
Sungguh Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan nafsunya. (QS. Qaf : 16)
Jangan mengikuti nafsu, karena hal itu akan membuatmu tersesat dari jalan Allah. (QS. Shad : 26). []
Referensi: Mengaji Tajul Ar’us Rujukan Utama Mendidik Jiwa/Karya: Ibnu Athaillah/Penerbit: Zaman