YVONNE Ridley, seorang mualaf, membagikan pengalamannya menemukan Islam. Ridley mengatakan pada dasarnya perjalanan spiritual yang dilaluinya adalah urusan pribadi antara dirinya dan Tuhan. Namun, saat ini, hal itu menjadi itu umum untuk mencegah kesalahpahaman lebih lanjut.
Ia mengaku banyak orang yang telah salah dalam memandang agama Islam karena berbagai propaganda.
Menurut Ridley, dirinya tidak terkejut saat banyak media yang bereaksi histeris atas pertimbangannya menjadi seorang Muslim. Bahkan, beberapa komentar di artikel seakan menyudutkan dan bernada sinis.
“Seorang jurnalis juga menuduh saya menderita Stockholm Syndrome, karena pernah diculik oleh Taliban selama 10 hari,” ujar Ridley, dilansir dari Islam Web, Sabtu (19/9/2020).
BACA JUGA: Cerita Pekerja Sosial asal Italia, Putuskan Jadi Mualaf setelah Diculik di Kenya
Pada awalnya, Ridley berkenalan dengan Islam secara tidak terduga. Saat itu, ia harus berada dalam tahanan Taliban dengan tuduhan memasuki Afghanistan secara ilegal.
Suatu hari, selama penahanan tersebut, Ridley dikunjungi oleh seorang ulama yang bertanya kepadanya pendapat tentang Islam dan apakah ingin menjadi seorang Muslim. Saat itu, ia mengaku sangat ketakutan.
“Selama lima hari saya berhasil menghindari topik agama di negara itu. Jika saya memberikan jawaban yang salah, saya telah meyakinkan diri saya sendiri akan dilempari batu sampai mati,” kata Ridley.
Setelah berpikir dengan hati-hati, Ridley berterima kasih atas tawaran ulama tersebut. Ulama itu menurutnya tidak bersikap memaksa dan mengatakan sulit membuat keputusan karena dirinya sedang berada dalam tahanan.
Namun, dalam hati Ridley saat itu, ia berjanji akan mempelajari Islam jika dibebaskan dan kembali ke Inggris, tepatnya tempat ia menetap di Ibu Kota London. Beberapa hari kemudian ia dibebaskan tanpa cedera atas dasar kemanusiaan atas perintah Mullah Omar, pemimpin spiritual Taliban.
Para penculik menurut Ridley memperlakukan dirinya dengan sopan dan hormat. Sebagai gantinya, ia menetapi janji untuk mulai mempelajari Islam.
“Ini seharusnya seperti studi akademis, tetapi ketika saya menjadi lebih asyik dengan setiap halaman, saya menjadi lebih terkesan dengan apa yang saya baca,” kata Ridley.
Ridley juga meminta nasihat dan saran dari beberapa akademisi Islam terkemuka, salah satunya Zaki Badawi. Ia juga diberi beberapa buku oleh Sheikh Abu Hamza AI-Masri yang ditemuinya setelah berbagi platform di debat Oxford Union.
Ridley merasa beruntung telah mendapat dukungan dan pengertian dari saudara-saudari Muslim lainnya. Tidak satu pun dari mereka yang menurutnya telah memaksa ia menjadi seorang Muslim.
BACA JUGA: Kisah Tentara AS, Jadi Mualaf setelah Mengenal Islam saat Jalani Misi di Turki
Meski merasa tidak ada tekanan untuk menjadi Muslim, tekanan nyata untuk menjauh dari Islam datang dari beberapa teman dan jurnalis. Ridley mengatakan mereka merasa tidak nyaman dengannya, bukan karena sikap atau perbuatan buruk, namun hanya karena agama yang dianutnya saat ini.
“Anda akan mengira saya telah membuat perjanjian dengan iblis atau ingin menjadi penyihir agung di Ku Klux Klan,” ujar Ridley tentang pandangan orang-orang di sekitarnya.
Ridley juga mengatakan tak sedikit yang menduga dirinya telah dicuci otak. Pada kenyataannya banyak perempuan Muslim yang berpendidikan dan cerdas, bahkan menyadari peran politik.
Ridley berharap memiliki pengetahuan seperti itu ketika ditangkap oleh Taliban. Ia ingin bertanya kepada kelompok tersebut mengapa mereka memperlakukan perempuan mereka sendiri dengan begitu buruk.
“Alquran telah memperjelas semua Muslim, pria dan wanita sama-sama memiliki nilai, spiritualitas dan tanggung jawab,” kata Ridley. []
SUMBER: ISLAM WEB