BEIJING–Aturan terbaru yang dikeluarkan Pemerintah Cina, ditujukan terhadap warga minoritas Uighur di Provinsi Xinjiang yang menganut agama Islam. Dalam peraturan tersebut, serangkaian nama-nama denga unsur Islam, seperti Muhammad, Arafat, Mujahid, Medina, dan banyak lainnya tidak boleh digunakan.
The New York Times, Kamis (27/4/2017), merilis dokumen isi larangan tersebut yang didalamnya terdapat sekitar dua lusin nama-nama dengan unsur Islam yang tidak boleh digunakan oleh umat Muslim Uighur.
Otoritas Cina mengatakan bahwa aturan tersebut akan diterapkan dekat-dekat ini. Bagi umat Muslim yang melanggar, sanksi tegas diberlakukan pemerintah, yakni warga tidak akan mendapatkan fasilitas kesehatan secara penuh, layanan pendidikan, dan hak-hak umum seperti warga lainya.
Juru bicara Uighur untuk Dunia Dilxat Raxit berkomentar, “Kebijakan yang ditetapkan Pemerintah Cina kali ini semakin mengekang dan menimbulkan permusuhan. Muslim Uighur dengan terpaksa harus berhati-hati untuk memberi nama bagi anak-anak mereka.”
Larangan itu juga dikeluarkan setelah adanya aturan yang tidak memperkenankan warga laki-laki di Xinjiang memiliki jenggot panjang pada awal April lalu. Bagi perempuan, mereka tidak diperbolehkan menggunakan cadar, khususnya di tempat-tempat umum.
Aturan ini juga menyatakan bahwa petugas yang bekerja di tempat umum seperti stasiun kereta api dan bandara harus mengawasi orang-orang yang melanggar aturan. Mereka yang mengenakan cadar dan memiliki jenggot panjang tidak diperkenankan menggunakan transportasi umum dan harus dilaporkan kepada kepolisian.
BACA JUGA:
Cina Tidak Akui Bayi yang Diberi Nama Islami sebagai Penduduk
Ini Dia Masjid Tertua di Cina
Cina Tegaskan Palestina Berhak Merdeka
Selama ini. Xinjiang menjadi salah satu wilayah yang dihuni oleh minoritas Uighur. Etnis tersebut pada umumnya merupakan Muslim. Selama bertahun-tahun hidup dan menetap di provinsi selatan Negeri Tirai Bambu itu, mereka disebut kerap menghadapi berbagai bentuk diskriminasi dari Pemerintah Cina.
Peraturan terbaru itu dikatakan oleh Pemerintah Cina sebagai upaya mencegah kelompok radikal terkait Islam. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah kekerasan terjadi di Xinjiang dan diduga berhubungan dengan organisasi semacam itu.
Termasuk dalam aturan terbaru bagi warga di Xinjiang yang dikeluarkan pada tahun ini di antaranya adalah melarang mereka yang tidak membiarkan anak-anak mengikuti sekolah diselenggarakan pemerintah. Kemudian larangan tidak mematuhi kebijakan keluarga berencana, serta merusak dokumen hukum, dan menikah hanya dengan secara proses agama.
Pada 2016 lalu, peraturan yang dianggap mendiskriminasi Muslim Ugihur juga disebut kembali dikeluarkan oleh Pemerintah Cina. Pihak berwenang di Xinjiang melarang sejumlah kegiatan keagamaan yang diselenggarakan saat bulan suci Ramadhan tiba, khususnya adalah dalam melaksanakan puasa. []
Sumber:Republika