Oleh: Iqbal Anggia Yusuf
Mahasiswa STAI Tasikmalaya
SESUNGGUHNYA Tuhan menjadikan kita cinta pada keimanan. Dan menjadikan iman itu indah di dalam hati. Manis dalam lisan juga dalam perbuatan. Tentunya, dengan ketaatan dan bertaqwa. Semakin kita taat pada-Nya, semakin kita dekat dengan pertolongan-Nya. Semakin kita rajin menyucikan diri dari dosa, semakin kuat pula cinta kita untuk menjauhi dan membenci perbuatan dosa.
Kebutuhan cinta manusia adalah setiap saat. Cinta yang dialungkan kepada orang lain adalah bersifat resiprokal. Berbalas, lalu timbul rasa kasih dan sayang. Hanya saja kadar cintanya yang terkadang berbeda. Biarpun berbeda, tetap kita berikan cinta yang tulus dan tidak sekadarnya. Tetapi, berikanlah cinta bagaimana seharusnya.
Pada saat Tuhan menyapa angin, daun-daun di pohon juga oksi-oksi yang dihirup paru-paru adalah atas kehendak-Nya. Jika Tuhan tidak mengehendaki bisa saja lewat daun-daun dan karbon-karbon yang dihirupnya itu lebih kuat. Meski masih bisa bernafas, tetapi terasa begitu sesak.
Jika kita melihat daun-daun yang sedang berdansa itu tidak bertasbih, kita salah besar. Mereka selalu bersama Tuhan. Dalam ketaatan karena cintanya yang besar. Berdoa dan meliuk-liuk berdansa, begitulah tasbihnya. Tidak berlebih dan selalu ada pada ketaatan. Daun-daun yang hijau itu memberikan oksigen pada manusia karena ketaatannya pada Tuhan.
Maka, sungguh Allah Tuhan Yang Maha Indah Lagi Maha Bijaksana. Menghendaki segala sesuatu yang indah-indah. Daun-daun di pohon itu indah, selalu bertasbih karena mereka taat. Juga selalu menebar manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Itulah cinta, menebar manfaat dan menjadikan kita semakin taat.
Jika kita sadar dan mengingat kembali bahwa sesungguhnya kita jauh lebih indah daripada daun-daun di pohon itu. Gerakan tangan, ayunan kaki, dan setiap nafas kita adalah tasbih. Tentu, dirinya akan lebih bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Akan lebih berhati-hati dalam melangkah, dan selalu mengingat Tuhan kapan dan di manapun. Oksinya adalah tasbih, pun karbon yang dikeluarkannya adalah tasbih. Maka, sungguh Allah Tuhan Yang Maha Indah.
Jika Tuhan telah menjadi prioritas utama, manusia tak akan berani mengganggu dan meninggalkan waktu untuk bersama-Nya. Kecintaan maupun kerinduan bersama-Nya. Berhati demi bersama, bercinta dalam taqwa, dan demi rasa rindu kepada-Nya.
Malaikat mendoakan kita agar tetap bersabar dalam perjuangan mengarungi jalan-jalan Tuhan. Dan benar sangat berlubang, berbatu, berduri, dan bahkan memetir hati. Tetapi, jika cinta akan Ilahi, jalan yang demikian sulitnya akan ia lewati sepenuh hati. Ikhlas. Istiqomah dalam ketaatan.
Pembuktian dari rasa cinta dan kasihlah yang membuat Tuhan merindu. Bukan sekadar mengaku cinta tanpa bukti. Tetapi, buktikan kata cinta kita pada-Nya dengan ketaatan sebagai bentuk dari rasa cinta. Selama tidak menduakan-Nya, Tuhan pun akan tetap cinta.
Jika kita memahami benar apa itu cinta, bahwa sesungguhnya cinta itu adalah ketaatan. Seorang pemuda maupun pemudi, seorang suami maupun isteri yang saling mencinta, aduhai betapa indahnya, pun aduhai betapa celakanya. Bila bersatu dan bersama tak saling bertawasiah, bukanlah cinta namanya. Dan bila saling bertawasiah, itulah cinta namanya. Karena cinta adalah ketaatan. Maka, tentu, tawasiahlah yang akan mengantarkan keduanya pada ketaatan. Pada Tuhan Yang Maha Rahman.
Mencintai atau dicintai, keduanya adalah indah. Anugrah Allah Tuhan Yang Maha Pemurah. Seperti halnya kita mencintai manusia. Mencintai karena ada sesuatu yang menarik hati. Dan semoga itu adalah karena ketaatannya. Dicintai karena ada sesuatu yang istimewa dari diri kita. Dan semoga itu pun adalah ketaatan.
Sejak Adam dan Hawa turun ke bumi, sejarah cinta tetap ada pada ketaatan. Dengan taubat dan taat, jadilah cinta merekat. Semakin erat dan dekat pada Tuhan. Mereka taat pada perintah-Nya, itulah cinta. Karena sesungguhnya cinta itu adalah ketaatan. WallaahulmustaÂ’an. []