Oleh: Sisma Fitra
Mahasiswa Tingkat V di Universitas Al-Ahgaff
Juara 1 Sayembara Al-Ahgaff Menulis
ahgaffpos95@gmail.com
KETIKA itu, penduduk Madinah menanti-nantikan kedatangan Baginda Nabi SAW. Sampai penantian itu dipenuhi dengan cinta dan rindu yang membara. Demikian juga yang dirasakan oleh anak-anak kecil Madinah, salah satu dari mereka adalah Sayyidina Anas bin Malik Al-Anshari. Cintanya kepada Nabi adalah berkat cerita dan bisikan orang tuanya tentang Baginda, terutama sang Ibu. Terkadang, telinga memang lebih dahulu mencinta dari pada mata memandang.
Hari berlalu, penduduk Madinah pun semakin dipenuhi rasa cintanya, menanti sang pujaan hati yang akan datang ke Madinah. Berita kedatangan Nabi di Madinah sudah tersebar di seluruh penjurunya. Persiapan dan hati yang menggelora terselimut di setiap dada penduduk Madinah.
Suatu ketika, mereka mengira Nabi sudah hampir tiba. Mereka berbondong-bondong memenuhi jalan yang akan dilalui Nabi. Namun, ternyata penantian itu berujung kesedihan, semuanya kecewa. Bukan Nabi yang datang.
Hingga suatu ketika, kabar itu terdengar kembali, dan mereka menikmati penantian penuh rasa cinta itu. Bahkan, demi melihat bayangan Nabi di ujung jalan, sebagian mereka memanjat bangunan yang tinggi, dan berteriak, “Nabi dan Sahabatnya telah datang!”
***
Demikian euforia cinta yang kita dengar dari hikayat Ahlu Madinah, yang kemudian itu semua akan kita temukan di dalam penduduk Tarim, terlebih di bulan kelahiran Baginda ini. Perasaan dan cinta yang ada di hati penduduk Ahli Madinah itu seakan menjelma sempurna di hati penduduk Tarim.
BACA JUGA: Setelah Nabi Wafat, Semua Istrinya Dilarang Menikah Lagi
Bulan Rabiulawal laksana Hari Raya, bahkan lebih ramai dari pada dua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. Penduduk Tarim menyebut hari lahir Baginda lebih layak diperingati dari perayaan yang lain, karena kelahiran Baginda adalah sebab dari segala anugerah yang dilimpahkan. Perasaan itu benar-benar merasuk di hati penduduk Tarim. Mulai dari jalanan kota, rumah penduduk akan kita temui hiasan yang menunjukan kerinduan itu. Lampu warna-warni berkonfigurasi pola terompa Nabi dan tulisan selawat yang diukir dengan lampu warna adalah yang mencolok di jalan Aidid, Tarim. Semakin menggemakan hati penduduk ini tentang suatu makna, kerinduan.
Di asrama Universitas Al-Ahgaff juga terlihat hiasan seperti itu. Setiap kamar di asrama tersebut dihias. Demi untuk penyambutan dan kebahagiaan atas bulan yang mulia tersebut.
Allah SWT berfirman:
قُلۡ بِفَضۡلِ ٱللَّهِ وَبِرَحۡمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلۡيَفۡرَحُواْ
Katakanlah, “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira!” -Surat Yunus, Ayat 58-
Di ayat lain disebut pula:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ
“Dan Kami tidak mengutus engkau melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”. -Surat Al-Anbiya’, Ayat 107-
Sehingga dengan bagaimana lagi hati ini mengungkapkan cinta dari rahmat yang paling agung terlimpah untuk umat ini.
Terlebih dari itu, secara makna, penduduk kota Tarim lebih dari menghayati dan mendalami cinta itu, sudah tidak diragukan lagi dalam keseharian penduduk di sini yang tidak akan kita temui sesuatu yang membuat Nabi marah atau suatu maksiat. Tarim, kota yang sangat terjaga.
Para orang tua di sini selalu menanamkan di hati anak-anaknya, bahwa prestasi yang tinggi adalah ketika sang anak bisa bermimpi Nabi SAW. Didikan yang sama persis dengan penduduk Madinah mendidik anak-anaknya, yang menanamkan secara mendalam cinta di setiap hati anak-anaknya. Sehingga, prestasi yang tinggi bagi anak-anak penduduk Tarim bukan ketika mereka bilang “Abah, saya mendapat prestasi ini di sekolah”, “Abah, saya bisa meraih ini-itu”, “Abah, saya bisa bikin ini-itu”. Akan tetapi, prestasi paling tinggi bagi mereka adalah ketika anaknya bilang “Abah, tadi malam saya bertemu Nabi, bertemu Sayyidah Fatimah”.
Demikian juga yang dididik Ibunda Habib Ali Habsyi kepada Habib Ali Habsyi, supaya hati Habib Ali Habsyi terpenuhi dengan rasa cinta kepada Nabi, dan berambisi untuk bertemu Nabi.
Selain itu, perayaan Maulid Nabi dengan pembacaan sirah Nabi, budi pekerti Nabi dan perjalanan hidupnya didengungkan di setiap masjid di Tarim. Ini juga yang menjadi pemandangan yang menusuk hati setiap orang yang baru melihat pemandangan seperti ini, karena di tengah pembacaan sirah Nabi tersebut tetesan air mata akan kita lihat di wajah indah penduduk Tarim. Seperti yang kita tahu, hati penduduk Tarim memang lembut. Sehingga, pemandangan ini tak jarang akan kita saksikan di setiap pojok perayaan maulid di sini. Tangisan kerinduan dan cinta, serta merasakan kebesaran Allah SWT itu merasuk dan dirasakan oleh setiap penduduk Tarim.
BACA JUGA: Kenangan Kota Madinah
Tarim, kota yang indah, yang terdapat Nabi di setiap langkah mereka, yang terdapat Nabi di setiap tutur kata mereka, yang terdapat Nabi di setiap zikir mereka, yang ada Nabi di setiap hati mereka. Tarim, kota yang mengajarkan bagaimana mencintai Nabi secara dhahir dan bathin.
Keyakinan itu Habib Ali Habsyi tulis di syair yang beliau gubah; “Tidak ada perkumpulan yang lebih mujarab dari penghilang kegelisahan seperti perkumpulan maulid ini”. Di bait selanjutnya beliau tulis; “Perkumpulan yang dihadiri Al-Mushtafa (Rasulullah SAW), keluarganya dan Ahlul Ghuyub (penduduk yang gaib)”. Sehingga, para salaf di tengah perkumpulan maulid mengutip suatu ayat
وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ فِيكُمۡ رَسُولَ ٱللَّهِ
Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. -Surat Al-Hujurat, Ayat 7-
Semoga Allah jaga kota ini, melimpahkan anugerah dan keberkahan kepada penduduknya dan tersebar akhlak dan perilaku yang serupa di seluruh penjuru barat dan timur! []