Oleh: Akmal Fauzi Al-Khwarizmi
CINTA dapat membedakan antara taat dan maksiat.
Yang buta itu nafsu birahi yang mengantarkan kepada syahwat yang membinasakan.
Yang bisu itu kepengecutan yang tak beryali untuk mengungkapkan kebenaran, yang tak daya untuk menyampaikan kebaikan.
Dan yang tuli itu keegoisan yang tak mau menerima saran dan keritik yang membangun. Keegoisan yang tak bisa menghargai pendapat sesama, keegoisan yang menyumbat telinga dan nurani.
Sungguh hina cinta jika dikatakan buta, bisu dan tuli. Dan sungguh malang cinta jika hanya diartikan sebagai perasaan simpati antara pria dan wanita. Lebih-lebih jika disalurkan melalui hubungan berlabel pacaran yang penuh dengan kenistaan terhadap ayat-ayat Allah.
Karena…
Cita itu mampu melihat; melihat dan membedakan mana maksiat dan mana taat. Melihat tanda-tanda kuasa Illahi dan melihat ayat-ayat-Nya.
Cinta itu mampu berujar; berujar dan menyampaikan ayat-ayat Illahi. menyampaikan kebaikan dan mencegah kemunkaran.
Cinta itu mampu mendengar; mendengar ayat-ayat Illahi yang penuh dengan pandu dan petunjuk.
Cinta itu mengantarkan kepada ketaatan bukan kemaksiatan. Cinta sejati dan yang sesungguhnya hanya ada setelah terucap ikrar suci penyempurna separuh agama, yaitu cinta yang mengantarkan kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Itulah cinta, yaitu cinta yang mengantarkan kerinduan dan pengabdian kepada Allah. []