Oleh: Sinyo Egie
SEBUAH telapak tangan terlahir tidak sempurna, dia hanya mempunyai tiga jari yaitu jari Telunjuk, Tengah dan Manis. Walau tidak lengkap mereka bertiga tetap kompak semenjak kecil untuk bekerjasama. Saling menyayangi, menghargai, mencintai walau terkadang diselingi keributan kecil.
Waktu berjalan, menginjak dewasa ego jari mulai tumbuh berkembang sesuai denga karakter masing-masing. Jari Telunjuk, dia merasa paling penting dari tiga jari. Selain bermanfaat untuk mengupil, jari ini sangat berguna bagi empunya karena sering digunakan untuk menunjuk, menekan ini dan itu.
BACA JUGA: Ujian adalah Tanda Cinta Allah
Berbeda dengan jari Manis, walau tidak sepenting jari Telunjuk, dirinya merasa paling ‘cantik dan manis’, itulah kenapa cincin selalu disematkan padanya. Biar kata tidak sering digunakan, tetapi merupakan jari yang paling berharga.
Lain sekali dengan kedua jari tadi, jari Tengah tidak mempunyai modal apa-apa untuk dibanggakan seperti kedua saudaranya. Dia hanya ikut berbahagia dan senang saat melihat kedua saudara jari sering berativitas. Hatinya sudah bergembira kala dapat membantu mereka.
Tidak jarang jari Telunjuk dan Manis dengan seenak perut memaki dan menghina jari Tengah jika pekerjaan yang dilakukan terasa lelet. Sering mereka melupakan kepentingan jari Tengah untuk diperhatikan, dimanja dan disayang kala lelah membantu kepentingannya. Kedua jari merasa tidak perlu memberikan kasih, bukankah itu sudah kewajiban jari Tengah menolong mereka berdua daripada tiada guna di dunia ini.
Malang tak terhindar, suatu hari jari Tengah harus diamputasi karena kecelakaan. Jari Telunjuk dan jari Manis baru sadar, betapa jari Tengah ternyata lebih penting bagi mereka berdua. Kini kedua jari tersebut tidak dapat bersentuhan guna menghangatkan diri karena sudah tidak ada jari Tengah, menemukan kedua ujung kuku mereka saja susah apalagi menjadi satu seperti dulu kala saat masih ada si jari Tengah yang disepelakan.
BACA JUGA: Para Suami, Begini Cara Bilang Cinta pada Istrimu
Sebelum Anda terlanjur menyakiti hati seseorang, ingatlah selalu bahwa dia atau mereka berasal dari satu sari pati bumi, menghirup udara yang sama dan bernaung di bawah cahaya matahari tunggal. Jika Anda melukai perasannya maka itu berarti Anda telah melukai diri sendiri. Anda mungkin bangga dan puas kala menyakiti, tetapi percayalah suatu waktu Anda akan menyesal tujuh turunan.[]
Sumber: Sinyo Egie, penulis asal Magelang lulusan Universitas Negeri Yogyakarta ini memilih menjadi wiraswasta setelah lulus. Kini beliau menjadi bagian dari perusahaan Trimkom, Dixi dan Alinea.