PERNAHKAH kita ditanya tentang cita-cita? Apa jawabannya? Apakah semua jawaban kita adalah hal duniawi? Mungkin kita perlu merenungkan nasihat di bawah ini tentang cita-cita tertinggi seorang muslim yang seharusnya menjadi tujuan hidup kita.
Kebanyakan dari kita ketika ditanya tentang cita-cita, mungkin jawabannya adalah semua yang berkaitan dengan urusan duniawi. Entah itu untuk meraih gelar akademik tertinggi, untuk meraih pangkat, jabatan, atau popularitas; atau bersaing dalam masalah harta dan kemewahan hidup di dunia.
Namun yang memprihatinkan dari pribadi-pribadi muslim saat ini adalah memposisikan akhirat bukan sebagai cita-cita tertinggi. Padahal akhirat seharusnya menjadi cita-cita tertinggi seorang muslim.
BACA JUGA: Cita-cita
Cita-cita Tertinggi Seorang Muslim
Contoh cita-cita tertinggi seorang muslim yang patut kita tiru datang dari seorang shahabat yang mulia, Rabi’ah bin Ka’ab Al-Aslami radhiyallahu ‘anha ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya:
“Wahai Rabi’ah, memintalah kepadaku!” Rabi’ah berkata,”Aku meminta kepadamu agar aku bisa menemanimu di surga!” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Atau selain hal itu?” Rabi’ah berkata,”Ya, itu saja.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberkata,
فَأَعِنِّى عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Maka bantulah aku dengan Engkau memperbanyak sujud.” (HR. Bukhari, no. 489)
Oleh karena itu, sangat jauhlah perbedaan antara orang yang cita-citanya tertuju pada makanan, minuman dan syahwat, dengan orang yang cita-citanya untuk mendapatan istana di surga-Nya Allah SWT. Yakni cita-cita tertinggi seorang muslim!
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya cita-cita itu ada dua macam, (pertama) cita-cita yang kembalinya kepada dubur (makanan) dan qubul (seks); dan (ke dua) cita-cita yang terikat dengan yang berada di atas ‘Arsy, yaitu Allah Ta’ala.” (Al-Fawaa’id karya Ibnul Qayyim rahimahullah. Dikutip dari Kaifa Tatahammas li Tholab Al-‘Ilmi Syar’i, hlm. 16-17.)
Hasan Al-Bashri rahimahullah berkata, “Jika Engkau melihat ada seseorang yang menyaingimu dalam masalah dunia, maka saingilah dia dalam masalah akhirat.” (Lathaf Al-Ma’arif, hlm. 428.)
Wuhaib bin Warad rahimahullah mengatakan, “Jika Engkau mampu agar tidak ada seorang pun yang mendahuluimu menuju Allah, maka lakukanlah!” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 428.)
Niat yang ikhlas dan motivasi yang tinggi hendaknya menjadi jiwa yang menerangi langkah seorang muslim dalam mengarungi kehidupan di dunia ini.
Cita-cita Tertinggi Seorang Muslim
Sebagaimana seseorang bisa memiliki semangat yang membara untuk mengejar dunia, maka semangat yang lebih besar dan lebih tinggi harus dimiliki oleh seorang muslim untuk mengejar akhirat.
Siapa saja yang bersungguh-sungguh, maka dialah yang akan menuai hasilnya karena surga Allah Ta’ala itu sangat mahal harganya. Itulah yang seharusnya menjadi cita-cita tertinggi seorang muslim.
Setiap detik waktu yang diberikan Allah SWT kepada kita hendaknya diisi dengan semangat dan motivasi yang tinggi, sehingga tidak menyia-nyiakannya, karena dia tahu bahwa waktu sangat berharga dan tidak bisa kembali lagi.
Barangsiapa yang menginginkan pahala, maka akan terasa ringanlah segala beban yang dia rasakan. Semakin tinggi cita-cita seseorang, maka segala rintangan, hambatan, kesulitan, dan keletihan yang dia alami akan terasa sangat kecil dan ringan.
Imam Ahmad rahimahullah berkata, “Sungguh aku telah mengerahkan seluruh kemampuanku (untuk menuntut ilmu, pent.).” Dan ketika Imam Ahmad rahimahullah ditanya, “Kapankah seorang hamba merasakan nikmat istirahat (dari menuntut ilmu dan beramal, pent.)?, maka beliau rahimahullah menjawab, “Ketika dia pertama kali menginjakkan kakinya di surga.” (Ar-Raqa’iq karya Muhammad Ar-Rasyid. Dikutip dari Kaifa Tatahammas li Tholab Al-‘Ilmi Syar’i,, hlm. 17.)
Oleh karena itu, cita-cita harus kita arahkan pada idealisme tertinggi demi meraih ilmu. Seorang tholibul ‘ilmi hendaklah memiliki cita-cita yang tinggi di dalam menuntut ilmu. Inilah salah satu adab yang harus dimiliki oleh seorang tholibul ‘ilmi dalam kehidupan ilmiyahnya.
BACA JUGA: Menikah Muda: antara Cinta dan Cita-cita
Cita-cita Tertinggi Seorang Muslim
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid rahimahullah berkata, ”Di antara akhlak Islam adalah berhias diri dengan cita-cita tinggi, yang menjadi titik sentral dan faktor pendorong bagi dirimu, juga yang mengawasi gerak-gerik badanmu.
Cita-cita yang tinggi bisa mendatangkan kebaikan yang tidak terputus dengan izin Allah, agar Engkau bisa mencapai derajat yang sempurna. Cita-cita itu akan mengalirkan darah kesatriaan dalam urat nadimu dan mengayunkan langkah untuk menjalani dunia ilmu dan amal.” (Hilyah Tholib Al-‘Ilmi, hlm. 35.)
Perkataan ini lantas dijelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, “Cita-cita tinggi inilah jadi sebab seseorang bisa semangat dalam mencari ilmu. Oleh karenanya seorang penuntut ilmu harusnya memiliki suatu target ketika ia belajar. Jangan sampai ia menyia-nyiakan waktu untuk menggapai cita-cita tersebut.” (Syarh Hilyah Thalib Al-‘Ilmi, hlm. 161) []
SUMBER: RUMAYSHO