Dalam setiap takdir-Nya, kita bisa menilai kondisi diri dari beberapa sisi penting.
1. Hati, di sanalah bersemayam keyakinan.
Di hati, iman kita tertanam. Kita bisa memeriksa kesehatan iman dalam setiap takdir-Nya.
Virus, sebagai salah satu makhluk Allah yang bertasbih kepada-Nya, taat kepada perintah dan kendali-Nya. Sebagaimana sehelai daun kering yang gugur dalam pengawasan-Nya.
Masihkah keyakinan ini tertanam rapi dalam hati? Atau tergoyahkan dengan serbuan pemberitaan yang masif terkait berjatuhannya korban Corona?
Mari periksa lagi, segera kokohkan jika keyakinan itu sempat goyah. Perbaiki mindset yang sempat tercemari pemikiran lain.
Kita dan virus Corona sama-sama ciptaan Allah, berkewajiban taat kepada perintah-Nya, tentu berbeda jenis tugasnya.
2. Sikap, merupakan gambaran keimanan, keilmuan, kedewasaan berpikir dan keberanian.
2.1. Keimanan pada kuasa Allah dan takdir-Nya.
2.2. Keilmuan pada:
1. Relevansi antara ikhtiar dan tawakkal.
2. Ma’rifatullah wa ma’rifaturasul.
Sejauh mana mengenal Allah dengan segala sifat-sifat-Nya.
Sejauh mana mengenal dan percaya pada suri tauladan Rasulullah sebagai hamba pilihan-Nya dalam membimbing manusia.
3. Pengetahuan tentang hal-hal yang terkait dengan kasus yang terjadi.
Dalam hal ini pandemi virus Corona: bagaimana sifatnya, penularannya, keganasannya, cara pencegahannya, penanganannya, dll.
2.3. Kedewasaan berpikir.
Sikap kita cermin kedewasaan berpikir.
Keilmuan yang memadai perlu didukung kedewasaan berpikir dalam bersikap.
– sikap dalam ikhtiar
– sikap dalam menilai sikap orang lain
– sikap dalam menghadapi situasi terkait pandemik dan yang menyertainya.
2.4. Keberanian dalam bersikap.
Tidak setiap orang yang tahu, mana sikap terbaik, mau melakukannya.
Selain berbagai pertimbangan yang merupakan cerminan kedewasaan berpikir, diperlukan keberanian untuk melakukannya.
Berani menerima resiko dari sikap yang diambilnya.
***
Menyikapi ikhtiar memutus rantai penularan. Dibutuhkan kekompakan setiap unsur yang terlibat: pemerintah dan masyarakat.
Bukan hal mudah!
Dibutuhkan langkah edukasi dan pendekatan sosial yang cerdas.
Sementara kita abaikan dulu oknum-oknum yang berusaha mengambil keuntungan dari situasi ini. Namanya oknum, bisa kita anggap jenis manusia egois yang menolak selain yang menguntungkannya.
Orang yang menolak untuk bekerjasama, satu dalam langkah, tentu punya alasan.
Ada yang karena tidak paham, ini bisa diedukasi.
Ada yang karena sombong, merasa benar dan tidak mau diingatkan. Untuk yang jenis ini, kita serahkan pada Allah, tidak perlu menghabiskan energi.
Ada yang karena tindak kepahlawanan, tentu yang ini kita dukung, bantu sebisanya. Mereka para pemberani. Juga doakan.
Ada yang karena keterpaksaan, ada hal lain yang harus diperjuangkan. Mereka para pejuang keluarga, bertawakal dan berlindung kepada Allah dengan ikhtiar maksimal. Perut keluarganya tidak bisa menunggu sampai Corona berlalu.
Mari bersama memikirkan keselamatan diri dan orang lain. Bersikap dewasa. Kuatkan keimanan, tambah ilmu, mana yang wajib, Sunnah, mubah, makruh. Jangan sampai untuk hal yang mubah, kita abaikan keselamatan diri dan orang lain.
Kita sedang menghadapi virus, yang wujudnya pun tak pernah kita tahu.
Bismillahi tawakkaltu ‘alallah. La Haula wala quwwata Illa Billah. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word