CRISTIANO Ronaldo itu ga ada habisnya untuk diceritain.
Kadang orang itu baru dirasakan “perlu” keberadaannya ketika udah gak ada. Waktu orangnya ada, seberapapun lelahnya, seberapapun pengorbanannya, seberapapun air mata yang udah tumpah, bisa dianggap biasa-biasa aja. Malah bisa dianggap ngerepotin, ngeselin, nyebelin, ngebebanin, bawel dan segala macamnya.
Semua disia-siain. Memperjuangkan kebahagiaannya tuh prioritas sekian. Memberikan waktu untuknya itu ngabisin waktu. Mengupayakan hidupnya biar tenang itu gak penting. Menjaga kepercayaan dengan komunikasi yang baik juga bikin ribet.
Tapi yang begitu itu ternyata soal mindset, karakter dan syukur. Kenapa soal mindset? Iyaa…. pola pikir kadang malah jadi rusak ketika kita mulai kebiasa lihat yang sesuatu berulang, lalu akhirnya jadi sebuah tuntutan.
BACA JUGA: Perang Cristiano Ronaldo VS Coca Cola
Kayak anak belajar jalan. Waktu dia belajar berdiri, belajar jalan tertatih tatih, kita suka khawatir dia jatuh. Mata kita selalu awas mengawasi, dan selalu berusaha tersenyum dan ngajak ketawa ketika si anak jatuh.
Tapi ketika anak udah biasa jalan, kadang dia ceroboh hingga jatuh, gak jarang ketika jatuh bukan dihibur karena bahkan orang dewasa pun bisa jatuh, tapi ya disalahin, paling diteriakin ayo bangun!!! sambil kita tinggalin.
Padahal kita pernah jadi anak-anak kan? Yang sekalipun udah bisa jalan, seneng banget waktu digandeng, atau bahkan kita dewasa pun masih senang diperlakukan demikian.
Gitu juga istri, bisa multi talenta ngerjain apapun, menghadapi situasi apun fitrahnya tetaplah sama. Tapi kadang yang super mandiri malah dicuekin karena dianggap mampu.
Begitu juga anak. Ketika dia punya kemampuan lebih, tuntutan padanya malah tambah banyak, mulai untuk membanggakan orang tuanya dimata masyarakat, sampai jadi tulang punggung yang musti nanggung semuanya, tapi yaa kadang gak dianggep juga karena udah biasa.
Karakter juga gitu, gimana kita dididik, dipola oleh orang tua dan kehidupan kita itu pengaruh banget sama sikap kita menghargai orang sekeliling. Yang dididik dengan sanjungan biasanya takut salah dan gak mau disalahin.
Saking takut salahnya penilaian orang luar itu penting banget, jadi penting banget jaga image sama orang diluar tapi dzalim sama yang deket. Karena dianggap orang yang deket harus ngerti dan support dia. Juga harus jadi penyanjung dia. Yang kayak gini manis diluar 😁 garing dan kecut di dalam.
Yang sering direndahkan, biasanya juga jadi haus pengakuan, jadi penting buat dia “harga dirinya” buat ditunjukin ke orang. Sekelilingnya harus punya “nilai bawah” dirinya. Jadi sekelilingnya itu gak penting yang paling penting itu bagaimana “dirinya nampak”.
https://www.youtube.com/watch?v=GqgxY6EFpA8
Soal syukur, ya ini soal fitrah iman. Gak akan bahagia kita tanpa syukur. Dan gak akan kerasa perjuangan orang di sekeliling kita kalau kita gak bersyukur dengan kehadiran mereka.
Tapi jangan khawatir… sebagaimanapun perlakuan, penghargaan dan rasa syukur orang lain sama keberadaan kita, semua akan Allah tunjukan posisi dan porsinya.
BACA JUGA: Kutukan Muntari terhadap Juventus di 2012, Adakah dan Bolehkah dalam Islam?
Kayak babang Tamvan Cristiano Ronaldo ini… 😁😁😁 ketika ada di Juve, dia dihujat dan disia-siakan, dianggap ngerusak tim, beban tim, tapi begitu dia pergi 3 match kagak pernah menang di serie A. Katanya sih gak papa masih awal musim 😄, kalau gak ada perbaikan juga masih laku…. main opera van juve 😁😁😁.
Belajar dari Cristiano Ronaldo…. Bila hadirmu, perjuanganmu, pengorbananmu, lelah dan airmatamu dianggap tak berarti dan tak berharga, pergilah mencari yang membuatmu berarti dan begitu berharga. []