JAKARTA–Dalam beberapa hari terakhir, cuaca di wilayah Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara Barat terasa lebih panas dari biasanya.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menjelaskan, fenomena cuaca yang lebih terik dari biasanya itu merupakan fenomena alami.
“Cuaca panas dan terik lebih sering terjadi pada bulan-bulan puncak musim kemarau dan masa pancaroba,” kata Kepala Bagian Humas BMKG Hary Tirto Djatmiko, Selasa, (9/10/2018).
BACA JUGA: Hari Ini, Gempa Bumi 6,4 SR Guncang Situbondo
Hary menyebut setidaknya ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi cuaca panas beberapa hari ini.
Pertama, gerak semu matahari yang saat ini berada di sebelah Selatan Khatulistiwa. Akibatnya, radiasi matahari yang masuk mencapai angka optimal.
“Hal ini ditandai dengan hasil monitoring suhu udara maksimum berkisar antara 34.0 – 37.5 celcius,” ujarnya.
Baca Juga: Info Terbaru Gempa Situbondo: 3 Orang Dinyatakan Meninggal
Faktor kedua, aliran massa udara dingin dan kering yang bergerak dari Australia menuju wilayah Indonesia sebelah Selatan Khatulistiwa terutama di sekitar Jawa, Bali hingga Nusa Tenggara.
“Kondisi ini ditandai dengan adanya kelembaban udara yang lebih kecil dari 60 persen di ketinggian 3000 meter dan 5000 meter dari permukaan,” ujar Hary.
Hary menjelaskan, secara umum kondisi cuaca di wilayah Indonesia cenderung masih lembab atau basah.
Beberapa wilayah Indonesia, lanjut Hary, saat ini sedang memasuki masa atau periode transisi musim pancaroba.
Hari mengimbau masyarakat agar mengantisipasi kondisi cuaca panas dengan meningkatkan daya tahan tubuh. []
SUMBER: TEMPO.CO