ISLAM mengatur cara hidup manusia secara keseluruhan. Tak hanya soal rohani, tapi juga jasmaninya. Seorang muslim diharuskan memelihara kebersiahan, baik lingkungan maupun kebersihan dirinya sendiri. Hal ini nampak dalam perintah taharah dan sunnah tentang lima fitrah.
Abu Hurairah ra pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Fitrah itu ada lima -dalam suatu riwayat disebutkan, lima hal termasuk fitrah- yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.” (HR Jamaah)
Nah, kebersihan organ intim pun ternyata perlu dijaga. Salah satu yang diperintahkan adalah dengan cara mencukur bulu kemaluan. itu termasuk dalam fitrah yang disebutkan dalam hadis di atas.
Berarti, hukumnya sunnah, baik bagi laki-laki maupun bagi perempuan.
BACA JUGA: Saat Mandi Besar Menyentuh Kemaluan, Apakah Membatalkan Wudhu?
Bagaimana cara mencukur bulu kemaluan sesuai yang disunahkan?
Cara yang disunahkan adalah mencukurnya dengan bersih atau dicukur habis. Boleh dengan cara digunting, dirapikan atau dicabut, tapi mencukurnya dengan habis itu lebih utama.
Al-Imam Ahmad rahimahullahu ketika ditanya tentang boleh tidaknya menggunakan gunting untuk menghilangkan rambut kemaluan, beliau menjawab, “Aku berharap hal itu dibolehkan.” Namun ketika ditanya apakah boleh mencabutnya, beliau balik bertanya, “Apakah ada orang yang kuat menanggung sakitnya?” Abu Bakar ibnul ‘Arabi rahimahullahu berkata, “Rambut kemaluan ini merupakan rambut yang lebih utama untuk dihilangkan karena tebal, banyak dan kotoran bisa melekat padanya. Beda halnya dengan rambut ketiak.”
Dalam Al Tsamr al Dani, disebutkan bahwa mencabut bulu kemaluan itu dimakruhkan karena dapat melembekkan tempat tumbuhnya bulu. Dan, hal itu menyakitkan. (Hasyiyah al Adawi, jilid II)
Menurut Az Zarqani, laki-laki lebih utama mencukur bulu kemaluannya dengan pisau cukur karena cara itu dapat menguatkan tempatnya. Sebaliknya bagi perempuan, lebih baik mencabutnya, karena cara itu dapat melembekkan tempatnya. Cara ini juga dinilai dapat menjaga kehormatan istri yang ditinggal suaminya. (Syarh al Muwatha, jilid V)
Al Arabi berkata, jika perempuan itu masih muda, maka yang lebih baik adalah mencabutnya. Sebab,bulu itu nanti bisa tumbuh kembali. Sebaliknya, jika perempuan itu sudah tua, maka yang lebih baik adalah mencukurnya. (Fath al Bari, jilid X)
Mencukur bulu kemaluan boleh juga dengan obat perontok rambut, karena yang menjadi tujuan adalah diperolehnya kebersihan. (Tharhut Tatsrib fi Syarhit Taqrib 1/239, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab 1/342, Al-Mughni, kitab Ath-Thaharah, fashl Hukmul Istihdad).
Ummu Salamah meriwayatkan, “Apabila Nabi memakai obat perontok bulu, beliau melumuri bulu kemaluannya dengan tangan sendiri.” (HR Ibnu Majah dan al Baihaqi).
Dalam riwayat lain disebutkan, “Apabila Nabi melumuri tubuhnya dengan obat penghilang bulu, beliau mulai dari bagian auratnya, sedangkan bagian tubuhnya yang lain dibantu oleh istrinya.”
BACA JUGA: Adakah Doa Khusus saat Mencukur Bulu ‘Itu’?
Ini menunjukkan bahwa Nabi pada waktu dulu memakai obat penghilang bulu dan sekali waktu mencukurnya. Sejumlah sahabat juga pernah meriwaykan hal ini.
Seseorang hendaknya mencukur bulu kemaluannya dengan tangannya sendiri. Meskipun boleh, seseorang sebaiknya tidak meminta bantuan istrinya, kecuali tidak bisa melakukannya sendiri karena suatu alasan yang syar’i. Sedangkan meminta bantuan kepada perempuan selain istrinya, itu dilarang. (Al Majmu’ jilid 1)
demikianlah beberapa cara yang disyariatkan dalam menjaga kebersihan yang jadi bagian dari lima fitrah. []
Sumber: Panduan Berbusana Islami terjemah dari Fiqh Albisah wa al Zinah/Karya: Syaikh Abdul Wahhab Abdus Salam Thawilah/Penerbit: Dar as-Salam/Tahun: 2006