Perhatikanlah ayat ini. Di dalam Al Quran yang biasa memakai uslub soal-jawab, biasanya setelah disebutkan pertanyaan akan diikuti dengan kata-kata قُلْ (katakanlah), seperti dalam Al Baqarah: 189, 215, 217, dan banyak lagi.
Namun dalam ayat ini, Allah tidak menggunakan kata-kata قُل (katakanlah), namun langusung menjawabnya, “فَإِنِّى قَرِيْبٌ أُجِيْبُ …إلخ.” Ini menunjukkan bahwa kedekatan dan janji Allah itu benar-benar haq. Allah berfirman :
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الوَرِيْدِ
“Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” [QS Qaf: 16]
Tentu saja kedekatan di sini adalah kedekatan ilmu, bukan Dzat Allah. Sebagaimana kesepakan Ahlussunnah wal Jama’ah. Sedangkan kedekatan Allah itu ada dua, yaitu (1) kedekatan ilmu-Nya, dan (2) kedekatan-Nya dengan orang yang beribadah dan berdoa kepada-Nya dengan pengkabulan, pertolongan, dan taufik (lihat Taisirul Karimir Rahman).
Maka, sesungguhnya ilmu Allah itu meliputi segala sesuatu, tidak ada sesuatu pun yang samar baginya.
Jika Allah saja dekatnya sedemikian, maka tidak perlu lagi mencari tempat-tempat curhat dan mengeluhkan problem kepada selain-Nya. Karena, “Bukankah Allah itu cukup untuk hamba-Nya.” [QS Az Zumar: 36]
Diriwayatkan bahwa dahulu di zaman salaf, segala perkara yang mereka hadapi, kecil atau besar, selalu diadukan kepada Allah. Sampai garam dapur pun, mereka meminta kepada Allah. Atau sebagian riwayat, sampai tali sandal yang terpuus pun, diadukan kepada Allah.
Rasulullah sendiri mengajarkan kepada keponakannya yang masih kecil agar hanya meminta dan memohon kepada Allah, “Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah. Jika meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” [Riwayat At Tirmidzi. Beliau berkomentar, “(Hadits ini) hasan shahih.”] Jika anak kecil saja diajarkan seperti itu, bagaimana yang lainnya? Tentu lebih lagi.
Inilah potret pendidikan Rasulullah, yaitu menanamkan akidah yang benar kepada umatnya sejak kecil agar terpatri kuat di sanubari orang tersebut. Dan pendidikan macam inilah yang seharusnya ditiru oleh para orangtua mana pun.
Demikian juga dengan orang yang dirundung bingung antara dua pilihan, jika ia harus memilih.Seluruh ajaran Islam adalah penyeraad diri kepada Allah. Segala masalah harus diserahkan kepada Allah, tidak kepada selain-Nya.
Ketika Anda tertimpa sakit, hendaknya yang pertama kali terbetik dalam hati Anda adalah segera kembali kepada Allah ‘Azza wa Jall.
أَمِنْ يُجِيْبُ المُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَ يَكْشِفُ السُّوْءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan.” [QS. An Naml: 62]
Ini semua bukan berarti tidak boleh sama sekali meminta pendapat kepada orang lain. Karena Allah sendiri juga berfirman yang artinya, “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam perkara itu.” [QS Ali ‘Imran: 159] Akan tetapi, mana yang ia dahulukan. Datang mengadu kepada Allah dahulu, atau mendatangi manusia untuk berkeluh kesah.
Berikut saya kutipkan beberapa hadits beserta sedikit penjelasannya yang berkaitan dengan doa, agar Anda menjadi semakin yakin bahwa kekuatan itu ada pada doa. Dan sesungguhnya seluruh makhluk itu lemah, kecuali orang yang mau berdoa. Bahkan benda-benda mati pun berdoa dan berdzikir, sebagaiman pernyataan Allah dalam surat Al Isra’ ayat 44. Maka jika benda yang tidak berakal saja terus bertasbih dan mengingat-Nya, bagaimana pula dengan manusia yang berakal?!
لا يَرُدُّ القَضَاء إلا الدُّعَاء
“Tidak ada yang dapat menolak qadha’ kecuali doa.” [Riwayat At Tirmidzi, Ibnu Hibban, dari hadits Salman Al Farisi. Dinilai shahih oleh Ibnu Hibban. Dikeluarkan juga Al Hakim, dinilainya shahih. At Tirmidzi mengatakan, “Hasan gharib.” Dan tidak menilanya shahih, karena dalam sanadnya terdapat Abu Maudud Al Bashri yang namany adalah Fidhdhah. Abu Hatim berkata,”Dha’if.” Juga ditakhrij oleh Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Kubra dan Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah. Lihat Tuhfatudz Dzakirin hal. 29]
Al Qadhi Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Di dalamnya terdapat dalil bahwa Allah Subahanahu wa Ta’ala menolak dengan doa sesuatu yang telah Dia tetapkan atas seorang hamba. Dalam mas-alah ini telah diriwayatkan banyak hadits. Dan yang menguatkan adalah firman Allah yang artinya, ‘Allah menghapus apa yang dikehendaki-Nya dan menetapkan (apa yang dikehendaki-Nya). Dan di sisi-Nya terdapat ummul kitab.”
لَيْسَ شَيْءٌ أَكْرَمَ عَلَى اللهِ مِنَ الدُّعَاءِ
“Tidak ada sesuatu pun yang lebih mulia di sisi Allah dari doa” [Direkam oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Al Bukhari dalam Tarikh-nya, At Tirmidzi dalam Jami’-nya, dan Ibnu Majah, Al Hakim dalam Mustadrak-nya, dari hadits Ibunda ‘Aisyah. Al Hakim menilainya shahih, dan disepakati oleh Adz Dzahabi]
Al ‘Allamah Abul ‘Ula Muhammad bin ‘Abdurrahman Al Mubarakfuri rahimahullah mengatakan dalam syarahnya, Tuhfatul Ahwadzi [2421], “Karena di dalamnya (yaitu doa) terdapat penampakkan kefakiran, ketidakmampuan, penghinaan (diri), dan pengakuan terhadap kekuatan dan kemampuan (kudrat) Allah.”
Oleh karena doa itu sesuatu yang mulia di sisi Allah, maka tidak heran jika Rasulullah juga bersabda:
مَنْ لَمْ يَسْأَلِ الله يَغْضَبْ عَلَيْه
“Siapa yang tidak meminta kepada Allah, Dia akan murka kepadanya” [Riwayat At Tirmidzi dan Al Hakim, dari hadits Abu Hurairah]
Hadits ini senada dengan firman Allah Ta’ala yang artinya, “Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [QS Ghafir: 60]
Rasulullah shalawaturrabbi wa salamuh ‘alaih juga pernah bersabda:
لَا تَعْجِزُوْ فِي الدُّعَاءِ فَإِنّهُ لَنْ يَهْلِكَ مَعَ الدُّعَاءِ أَحَدٌ
“Jangan kalian lemah (sedikit) dalam berdoa. Karena tidak akan binasa orang yang selalu berdoa.” [Direkam oleh Ibnu Hibban dalam Ash Shahih, Al Hakim dalam Al Mustadrak, Adh Dhiya’ dalam Al Mukhtarah. Ketiganya menilainya shahih. Lihat Tuhfatudz Dzakirinhal. 31. Allahu a’lam.[]
Sumber:Muslim.or.id