DULU saat ada penayangan “film Islami” di bioskop, saya membaca ada himbauan agar anak-anak pengajian dan aktivis dakwah berbondong-bondong datang ke bioskop untuk menonton film tersebut.
Terlepas dari ada yang mengharamkan berlakon, dan terlepas dari kritik bahwa “film Islami” tersebut tak sepenuhnya mampu menunjukkan nilai-nilai Islami 100%, namun semangat dakwahnya sangat patut diapresiasi. Namun himbauan pada anak-anak pengajian untuk berbondong-bondong menonton film tersebut di bioskop sangat bisa dikritisi.
Tujuan “film Islami” itu kan dakwah Islam, atau mendekatkan ajaran dan nilai Islam pada kalangan penyuka film, sekaligus sebagai penyeimbang dari banyaknya film-film remaja yang mengagungkan pacaran dan kehidupan hedon.
BACA JUGA: Dakwah Nabi kepada Kabilah-Kabilah di Mekah
Nah, sasarannya yang tepat tentu adalah para penyuka film yang belum tercelup shibghah Islam. Bagaimana mengupayakan para pecinta film ini mau menonton “film Islami” tersebut, kemudian hatinya menjadi condong pada Islam.
Sedangkan anak-anak pengajian, yang sedang asyik masyuk dengan hafalan Al-Qur’an-nya, atau sedang sibuk dengan kajian dan liqa mingguannya, yang sudah berusaha menjauh dari berbagai hiburan yang melalaikan itu, seharusnya tak perlu dihimbau untuk nonton film lagi, apalagi kalau filmnya masih kuat unsur cinta-cintaan antar lawan jenis, meskipun dianggap Islami. Mereka sudah tercelup dengan shibghah Islam. Mereka bukan sasaran dakwah dari “film Islami” tersebut.
Saya paham, himbauan itu berkaitan dengan upaya mempertahankan film itu selama mungkin tayang di bioskop, karena kalau jumlah penontonnya minim, maka suatu film tidak akan lama bertahan di bioskop. Tapi, itu risiko pihak-pihak yang ingin dakwah lewat “film Islami”.
Mereka harusnya sudah memikirkan bagaimana menarik sasaran dakwahnya untuk bersedia menonton film tersebut. Mereka juga harusnya sudah berhitung tentang untung rugi produksi film tersebut.
Kasus yang punya kemiripan sekarang, adalah upaya dakwah di aplikasi tiktok. Aplikasi tiktok adalah aplikasi penyedia video pendek, sebagai antitesa dari youtube yang beberapa tahun terakhir lebih memprioritaskan tayangan video panjang. Meskipun saat ini, youtube juga mencoba mengangkat video pendek dengan adanya fitur shorts versi beta.
Dakwah di Tiktok dan Bioskop
Tiktok selama ini dikenal sebagai aplikasi penyedia video yang banyak memuat video joget-joget tak jelas, dan memunculkan para perempuan (yang sebagiannya kerudungan) yang tak tahu malu, berjoget bahkan sebagian dengan menonjol-nonjolkan fisik keperempuanannya, yang itu sebenarnya hanya layak ditampilkan di hadapan suaminya saja.
Namun sebenarnya, di tiktok boleh saja membuat video-video lain, tak terbatas joget-joget saja, yang penting durasinya pendek. Nah ini kemudian yang menarik perhatian sebagian dai, untuk mencoba berdakwah di tiktok. Yang tentu, akhirnya menimbulkan pro kontra.
Yang kontra mengatakan tiktok itu buruk, dan tidak layak dakwah ditempatkan di tempat yang buruk. Yang pro mengatakan, tiktok itu hanya tempat penyedia video pendek, masalah buruk tidaknya tergantung isi videonya, bahkan ada peluang besar dakwah di aplikasi ini, karena banyak sekali generasi muda yang aktif di aplikasi tersebut.
Kalau kita mencermati betul-betul, argumentasi pihak yang pro lebih kuat. Selama tiktok tidak melarang adanya video dakwah di aplikasi mereka, maka ini memang potensi dakwah yang besar.
Apalagi sebagian pengguna tiktok mungkin tidak terbiasa hadir di pengajian konvensional, jadi mendakwahi mereka di “rumah” mereka, jelas adalah langkah yang sangat baik.
BACA JUGA: 6 Cara Dakwah Mujadalah Billati Hiya Ahsan (Bertukar Pikiran)
Namun, sebagaimana kasus bioskop di atas, yang sudah rajin ngajinya, yang sedang sibuk dengan hafalan Al-Qur’an dan Hadits-nya, yang sedang semangat mengkaji Fathul Qarib dan Al-Waraqat, tidak usah diajak mengunduh dan aktif di aplikasi tiktok.
Mereka bukan sasaran dakwah para dai tiktok. Kalau malah mereka yang disuruh menyimak video dakwah di tiktok, selain tidak tepat sasaran, malah bisa membuat mereka curi-curi pandang ke video-video joget yang hina itu.
Silakan berdakwah di tiktok, dengan menampilkan potongan video para ustadz, atau membuat konten dakwah kreatif lainnya, namun upayakan yang disasar adalah pengguna tiktok yang suka joget-joget dan/atau yang suka nonton video joget-joget itu. Ini insyaallah kebaikan.
Tapi tidak perlu membuat himbauan pada para santri, untuk ramai-ramai mengunduh dan aktif di sana. Wallahu a’lam wa ahkam. []
Facebook: Muhammad Abduh Negara