Table of Contents
PADA sepuluh hari terakhir Ramadhan, muslim melakukan I’tikaf di masjid. Apa saja dalil tentang i’tikaf tersebut?
Secara bahasa, I’tikaf berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar’i, i’tikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat.
Ibnul Mundzir mengatakan, “Para ulama sepakat bahwa i’tikaf itu sunnah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk melaksanakan i’tikaf.” (Al Mughni, 4/456)
Berikut dalil tentang I’tikaf:
1 Dalil tentang I’tikaf yang berasal dari Alquran
- Perintah I’tikaf kepada nabi Ibrahim dan Ismail
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ (سورة البقرة: 125)
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (QS. Al-Baqarah: 125)
- Larangan menganggu orang yang sedang I’tikaf
“Dan firman lainnya, “Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikafdalam mesjid.” (QS. Al-Baqarah: 187)
BACA JUGA: Apa Hukum I’tikaf?
2 Dalil tentang I’tikaf yang berasal dari hadis
- Amalan Nabi pada sepuluh hari Ramadhan
Dari Abu Hurairah, ia berkata:
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يَعْتَكِفُ فِى كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ ، فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِى قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari”. (HR Bukhari 2044)
- Amalan di akhir-akhir bulan Ramadhan
Waktu i’tikaf yang lebih afdhol adalah di akhir-akhir ramadhan (10 hari terakhir bulan Ramadhan) sebagaimana hadits ‘Aisyah, ia berkata:
أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia, sehingga mudah bermunajat dengan Rabbnya, banyak berdo’a dan banyak berdzikir ketika itu.
BACA JUGA: Permasalahan Seputar I’tikaf
3 Dalil tentang I’tikaf yang berasal dari Ijma ulama
Terdapat pula dalil ijma tentang I’tikaf, sebagai berikut:
- Ibnul Mundzir rahimahullah dalam kitab beliau Al Ijma’. Beliau mengatakan:
وأجمعوا على أن الاعتكاف لا يجب على الناس فرضا إلا أن يوجبه المرء على نفسه فيجب عليه
“Ulama sepakat bahwa i’tikaf tidaklah berhukum wajib kecuali seorang yang bernadzar untuk beri’tikaf, dengan demikian dia wajib untuk menunaikannya.” (Al Ijma’ hlm. 7; Asy Syamilah)
- An Nawawi rahimahullah mengatakan:
فالاعتكاف سنة بالاجماع ولا يجب إلا بالنذر بالاجماع
“Hukum i’tikaf adalah sunnah berdasarkan ijma dan ulama sepakat bahwa i’tikaf tidak berhukum wajib kecuali seorang yang bernadzar untuk beri’tikaf.” (Al Majmu’ 6/475; Asy Syamilah)
- Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah mengatakan, “I’tikaf tidaklah wajib berdasarkan ijma’ kecuali bagi seorang yang bernadzar untuk melakukan I’tikaf.” (Fath al-Baari 4/271)
Itulah dalil tentang I’tikaf yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah tersebut, terutama di akhir Ramadhan. []