Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (ishlah) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS. 49:10)
Abdullah ibn Abi Aufa menuturkan bahwa Abdurrahman ibn Auf pernah mengadukan Khalid ibn Walid kepada Rasulullah saw. karena Khalid dianggap telah mencela Abdurrahman. Menanggapi hal tersebut, Rasulullah saw. bersabda kepada Khalid, “Jangan mengejek setiap orang yang ikut berperang dalam Perang Badar. Bahkan seandainya kau bersedekah dengan emas sebesar Gunung Uhud, amalmu itu tidak akan pernah setara dengan amal mereka.”
Abdurrahman berkata, “Mereka menghinaku lebih dahulu dan aku hanya membalasnya.”
Nabi SAW bersabda, “Jangan mengejek Khalid, karena ia adalah salah satu pedang Allah yang diutus untuk memerangi orang kafir.”
Kedua orang yang berselisih tadi adalah sahabat-sahabat Rasulullah SAW. Mereka memiliki kedudukan yang penting di sisi beliau. Abdurrahman ibn Auf adalah seorang sahabat yang lebih dahulu memeluk Islam, turut berhijrah bersama Nabi, berpartisipasi dalam Perang Badar serta perang-perang lainnya. Sementara Khalid ibn Walid baru masuk Islam ketika menjelang takluknya Makkah. Bahkan dalam Perang Uhud, Khalid berada di pihak Quraisy yang memusuhi Nabi.
Rasulullah saw. menegur Khalid karena menghina seorang sahabat yang telah ikut aktif dalam Perang Badar. Namun Rasulullah juga menegur Ibn Auf karena mengejek Khalid. Kedua sahabat tadi memiliki kelebihan-kelebihan tersendiri di mata Nabi, sehingga ketika terjadi perselisihan, Nabi menasihati keduanya.
Sepanjang hidup Rasulullah selalu berusaha mendamaikan pihak-pihak yang berselisih, bertikai karena bermacam-macam konflik. Pada masa remaja, beliau juga telah menorehkan tinta emas dengan mendamaikan berbagai kabilah Makkah yang saat itu siap berperang satu sama lain demi memperebutkan hak memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula setelah Ka’bah dipugar dan diperbaiki. Berkat kebijakan dan kecerdikannya, Rasulullah dapat mendamaikan mereka.
Begitu pula ketika beliau tiba di Madinah. Ia mendamaikan pihak-pihak yang bertikai di sana, terutama suku Aus dan suku Khazraj, yang sepanjang sejarahnya mempunyai riwayat peperangan yang panjang. Di Madinah, berkat kepandaiannya, Rasulullah dapat menghimpun masyarakat Madinah yang bermacam ragam di bawah satu panji kepemimpinan.
Bahkan, dengan alasan perdamaian dan persatuan, Rasulullah tidak secara langsung membasmi golongan munafik serta mencegah para sahabat yang ingin membunuh pemimpin kaum munafik – Abdullah ibn Ubay.
Inilah cara yang ditempuh kaum muslimin agar dilimpahkan rahmat. Sebab sejatinya Islam adalah perdamaian (As-salam). Maka damaikanlah dua orang mukmin yang berselisih. []