Oleh: Muhammad Satria Andika
JIKA nanti kita diberikan amanah sebagai imam keluarga, jadilah sosok pemimpin, pelindung dan sahabat jiwa bagi istri dan anak-anak kita. Yang memadukan ketegasan dan kelembutan, yang menebarkan cinta, bukan yang membuat takut. Yang mengedepankan kemauan baik, bukan menggunakan otoritas kita.
Seorang wanita yang kita jadikan istri itu memang dikatakan sebagai “makmum”. Namun dalam Islam makmum itu bukan sosok yang selalu harus menuruti imam. Seperti halnya dalam shalat, jika imam keliru maka makmum mengingatkan dengan isyarat. Dan jangan karena merasa diri jadi imam, ketika diingatkan makmum karena kita keliru, lalu tidak peduli, bahkan menyalahkannya.
Kita manusia tidak luput dari kesalahan, dan kita pasti diuji dengan kekhilafan dan ketidakjernihan dalam berfikir dan bertindak. Maka ketika hal itu terjadi, kita harus bisa menurunkan “ego” kita, atas nama cinta.
Kita diwajibkan berilmu, begitupun seorang wanita. Jangan halangi dirinya untuk terus belajar dan belajar. Dan jangan halangi dirinya untuk mengamalkan ilmu yang dia miliki bukan hanya untuk dirinya, tetapi bagi anak dan juga suaminya. Membantu kita sebagai seorang suami untuk mendidik anak-anaknya dengan baik. Berikan hak kepadanya untuk meluruskan suaminya ketika diri kita keliru, bukankah itu sebagai bentuk bakti dan cintanya?
Tapi jangan berikan ruang sedikitpun baginya untuk bermudah-mudahan bergaul dengan lelaki, apalagi membiarkannya berhias ketika keluar rumah. Berbangga ketika dia dikagumi banyak lelaki diluaran sana.. sekali-kali jangan biarkan itu sampai terjadi. Dan jangan membiarkannya berbuat ‘maksiat’ lainnya.
Dimana rasa cemburu mu?
Bahkan Allah murka kepada lelaki yang demikian. Laki-laki yang tidak memiliki rasa ‘cemburu’ kepada keluarganya dan yang membiarkan keluarganya berbuat maksiat (berbuat dosa) adalah yang dikatakan sebagai lelaki dayyuts.
Makna cemburu disini adalah kecemburuan untuk kebaikan dalam agamanya, yang merupakan pendorong kebaikan dalam diri seorang hamba.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“ثلاثة لا ينظر الله عز وجل إليهم يوم القيامة: العاق لوالديه, والمرأة المترجلة, والديوث…”
“Ada tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat oleh Allah (dengan pandangan kasih sayang) pada hari kiamat nanti, yaitu: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan AD-DAYYUTS…” (HR. An-Nasa-i, no. 2562, Ahmad, 2/134 dan lain-lain. Dishahihkan oleh Adz-Dzahabi dalam Kitabul Kaba-ir, hal. 55. Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/498 mengenai makna hadits ini)
Lawan dari ad-dayyuts adalah al-gayur, yaitu orang yang memiliki kecemburuan besar terhadap keluarganya sehingga dia tidak membiarkan mereka berbuat maksiat. (Lihat Tuhfatul ahwadzi 9/357).
Ancaman keras dalam hadits tentang ini menunjukkan bahwa perbuatan ini termasuk dosa besar yang sangat dimurkai oleh Allah Ta’ala, karena termasuk ciri-ciri dosa besar adalah jika perbuatan tersebut diancam akan mendapatkan balasan di akhirat nanti, baik berupa siksaan, kemurkaan Allah ataupun ancaman keras lainnya. (Lihat Kitabul Kaba-ir, hal. 4)
Dan yang terakhir, jadilah lelaki yang menyenangkan, lelaki yang memperlakukan istrinya nanti dengan baik. Bukan yang hanya menuntut agar seorang wanita selalu taat dan menyenangkan jika dipandang.
Karena Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kita agar berlaku lemah lembut atasnya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, (artinya): “Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istrinya.” (HR At-Thirmidzi no 1162, Ibnu Majah no 1987). []