Dari kampung halamannya, Yaman, Abdullah bin Qeis— dengan perbekalan seadanya, berangkatlah menuju Mekkah. Meski menghadapi berbagai kendala namun ia akhirnya dapat berjumpa dengan Rasulullah SAW.
Melihat wajah dan perilaku Rasul yang menakjubkan tersebut Abdullah berupaya selalu dekat dengannya agar tidak ketinggalan dalam menimba ilmu sesaat pun. Setiap kata dan kalimat yang diucapkan Rasulullah SAW benar-benar ia simak. Begitu pula dengan aktivitas kesehariannya ia pelajari dan disimak dengan saksama.
Beberapa waktu lamanya Abdullah tinggal bersama Rasulullah SAW dan para sahabat hingga ia memahami secara mendalam tentang tauhid serta akhlak.
Setelah itu ia minta restu Rasulullah SAW untuk kembali ke negerinya demi menyampaikan wahyu Allah SWT serta mengajak kaumnya untuk bertauhid serta meninggalkan ajaran nenek moyang yang menyesatkan.
Rasul pun merestui keinginan Abdullah. Dengan disertai doa keselamatan dan perlindungan-Nya, ia melepaskan Abdullah kembali ke sanak saudaranya di Yaman. Di tanah kelahirannya itu ia benar-benar mempergunakan waktunya untuk menyebarkan dan mengajak saudara, keluarga dekat, hingga masyarakat di sekitarnya untuk menerima Islam dan mengimani kerasulan Muhammad SAW.
Selama bebarapa tahun Abdullah berdakwah. Hasilnya, beberapa saudaranya mengikuti jejaknya, termasuk sejumlah warga yang terpikat dengan argumentasinya. Hingga usai perang Khaibar yang dilancarkan pasukan Islam atas golongan Yahudi yang melakukan makar dan merusak perjanjian damai.
Abdullah kembali mengunjungi Rasulullah SAW. Kali itu ia bersama-sama pengikut Islam yang berhasil ia ajak menghadap Rasulullah.
Kedatangannya kebetulan bersamaan dengan datangnya rombongan dari Habsyi yang dipimpin Ja’far bin Abi Thalib. Sekira lima puluhan lelaki, termasuk dua saudara kandung Abdullah, diperkenalkan pada Rasulullah SAW. Betapa bahagianya beliau saat menyaksikan pengikut Islam kian bertambah banyak.
Kebahagiaan tersebut melahirkan keinginan menyebut kelompok dari Yaman yang lemah lembut setelah memeluk Islam, itu sebagai kelompok “Asy’ari”. Dan sebagai pelopor dakwah di sana Abdullah pun disapa dengan Abu Musa al-Asy’ari.
“Orang-orang Asy’ari ini bila kekurangan makanan dalam peperangan atau ditimpa paceklik, mereka kumpulkan semua makanan yang mereka miliki pada selembar kain, lalu mereka bagi rata. Maka, mereka termasuk golonganku, dan aku termasuk golongan mereka,” Rasulullah menggambarkan akhlak kelompok Asy’ari serta posisi mereka di matanya.
Sejak saat itu Abu Musa tinggal di sekitar Rasulullah SAW sebagaimana kebanyakan shahabat. Selain aktif dalam taklim-taklim yang digelar, ia juga aktif mendakwahkan Islam pada orang-orang atau kelompok yang belum memahami Islam. Dalam barisan mujahid Abu Musa pun tak luput dari keberangkatannya. Ia merupakan prajurit yang gagah berani, tangguh, namun penuh kasih sayang. Ia juga dikenal sebagai orang yang mengetahui “kejujuran” seseorang. []