DENMARKâParlemen Denmark dilaporkan telah mengesahkan larangan bercadar pada Kamis (31/5/2018). Hal ini membuat seorang Muslimah yang mengenakan cadar, Ayesha Haleem sedikit khawatir. Ia mengatakan lebih baik meninggalkan Denmark daripada harus melepaskan cadarnya.
“Saya lebih baik meninggalkan negara ini daripada harus melepas kerudung saya,” ungkap wanita keturunan Pakistan ini.
Ia mengaku belum mengetahui akan pergi ke negara mana. Haleem telah mengenakan cadar selama enam tahun terakhir. Ia mengatakan tidak ada seorang pun, termasuk suaminya, yang memaksanya untuk memakai cadar.
“Banyak orang percaya, suami memaksa kita memakai cadar atau burqa. Itu benar-benar salah. Saya memakai cadar bahkan sebelum bertemu suami saya,” kata Haleem kepada media Denmark, DR.
Anggota parlemen Denmark melakukan pemungutan suara dengan hasil 75-30 untuk melarang perempuan mengenakan pakaian yang menutupi wajah. Meskipun pemerintah membantah undang-undang (UU) itu ditujukan pada agama tertentu, namun UU tersebut tetap dianggap menargetkan perempuan Muslim.
“Siapa pun yang mengenakan pakaian dengan menyembunyikan wajah di depan umum akan dijatuhi denda,” kata UU yang dipersembahkan oleh pemerintah sayap moderat kanan Denmark itu, dikutip Arab News.
Di Denmark, Muslimah yang mengenakan burqa, yang menutupi seluruh wajah seseorang, atau cadar, yang hanya menunjukkan bagian mata, di depan umum akan dikenai denda sebesar 156 dolar AS.
Larangan itu juga menargetkan aksesori lain yang menyembunyikan wajah seperti balaclava (masker ninja) dan janggut palsu. Pelanggaran berulang akan didenda hingga 1.568 dolar AS.
“Saya pikir tidak banyak yang memakai burqa di sini di Denmark. Tetapi jika Anda melakukannya, Anda akan dijatuhi denda,” kata Menteri Kehakiman Denmark, Soren Pape Poulsen, dikutip kantor berita Ritzau pada Februari lalu.
Amnesty International mengutuk UU tersebut dan menyebutnya sebagai pelanggaran diskriminatif terhadap hak-hak perempuan. Terutama terhadap perempuan Muslim yang memilih untuk mengenakan cadar.
“Beberapa pembatasan khusus pada penggunaan penutup wajah penuh untuk tujuan keselamatan publik mungkin sah saja, tetapi larangan ini tidak diperlukan m dan melanggar hak atas kebebasan berekspresi dan beragama,” Direktur Amnesty International Eropa, Gauri van Gulik, dalam sebuah pernyataan. []
SUMBER: ROL | SHABESTAN