UMAR bin Khattab menghindarkan para pejabat untuk mengambil hati anak dan familinya dan membenarkan hal yang tak seharusnya terjadi. Pernah ketika itu Umar meminjam modal dari Baitul Mal untuk berdagang dan labanya untuk mencukupkan nafkah keluarganya. Dia berdagang dikarenakan kecilnya tunjangan yang ditetapkan untuk dirinya dari Baitul Mal. Dia menetapkan tunjangan bagi dirinya setelah bermusyawarah dengan sahabat-sahabat Rasulullah.
Utsman berkata, “Makanlah dan berilah makan.”
Ali berkata, “Ambillah dengan ukuran yang Iayak untukmu dan keluargamu.”
Dia sendiri berkata, “Jika saya miskin, maka saya makan secara ma’ruf, dan jika saya kaya, maka saya akan membayarnya kembali.”
BACA JUGA: Lembut Hati, Umar bin Khattab Sangat Peduli pada Kesejahteraan Bayi
Dia meminjam (dari Baitul Mal), lalu dia melarat sehingga terlambat membayar pinjaman. Pengurus Maal mendatanginya dan dengan keras meminta supaya dia membayarnya, lalu Umar meminta tangguh sampai dia menerima tunjangan bersama-sama kaum muslimin lainnya. Maka dibayarlah pinjamannya dengan tunjangan itu.
Namun sebenarnya dia khawatir untuk meminjam uang dari Baitul Mal, kecuali kalau dia tidak mungkin meminjam dari kawan-kawannya. Pernah dia menyuruh seseorang kepada Abdurrahman bin Auf untuk meminta pinjaman sebesar 4.000 dirham untuk biaya kafilah yang membawa perbekalan ke Syam (Syiria).
Utusan itu kembali dengan mengatakan, “Ambillah dari Baitul Maal kemudian engkau kembalikan!”
HaI itu amat berat baginya, lalu dia berjumpa dengan kawannya itu dan mengetahui dari dia kebenaran apa yang telah disampaikannya kepadanya, lalu dia berkata, “Apakah jika saya mati sebelum kafilah kembali, kamu akan mengatakan utang itu dipinjam oleh Amirul Mukminin dan relakan sajalah uang itu untuk dia dan akhirnya saya akan disiksa pada hari kiamat? Tidak, tetapi saya ingin meminjamnya dari seseorang yang tamak lagi kikir seperti engkau, jika saya mati nanti, maka dia dapat mengambilnya dari peninggalanku.”
Dan terjadilah apa yang dikhawatirkannya, soal kematian dan persoalan besar yang dipikulnya sebelum matinya tidaklah membuat dia lupa menanyakan tentang utangnya dan berwasiat agar utangnya dilunasi dengan hartanya dan harta familinya.
Dia berkata kepada anaknya, “Jika harta keluarga Umar dapat menutupinya utang, maka ambillah dari harta mereka untuk membayarnya. Jika tidak cukup, maka mintalah kepada Bani `Adi. Jika harta mereka juga belum cukup, maka mintalah kepada kaum Quraisy dan janganlah meminta lagi kepada selain mereka.”
Abdurrahman bin `Auf hadir ketika itu dan menyarankan untuk memintanya dari Baitul Mal sehingga utang itu lunas. Umar tidak menerima saran itu dan memanggil anaknya Abdullah, lalu berkata, “Tanggunglah itu!”
BACA JUGA: Inilah Nama yang Bisa Membuat Umar Bin Khattab Menangis
Lalu dia menanggungnya dan menepati janjinya. Sebelum ayahnya dikuburkan, dia memaklumkan kepada ahli syura dan sejumlah orang Anshar bahwa dia berjanji akan membayarnya. Sebelum berlalu satu minggu uang pembayar utangitu sudah dibawanya kepada Utsman dan dihadirkanlah saksi-saksi untuk menyaksikan pelunasan itu.
Sebuah rumah Umar telah dijual untuk pelunasan utang ini yang kemudian rumah itu dinamai Darul Qadha (rumah pelunasan utang), karena dijual untuk melunasi utangnya.
Umar memang meninggal dunia dalam keadaan berutang, namun dengan segera melunasi utangnya, Umar mendapat kemuliaan yang paling besar, dan yang lebih mulia lagi dia meninggal dalam keadaan kaya tanpa utang. []
Sumber: Kejeniusan Umar/ Penulis: Abbas Mahmud AL Akkad/ Penerbit: Pustaka Azzam, 2002