TSUMAMAH bin Utsal Al-Hanafi masuk Islam dan menunaikan ibadah umrah. Ketika ia memasuki Mekah, orang-orang musyrik bertanya, “Apakah engkau menjadi Shabi’I, wahai Tsumamah?”
Ia menjawab, “Tidak, tetapi aku mengikuti agama terbaik, agama Muhammad. Demi Allah, tidak akan sampai kepada kalian satu biji pun dari Yamamah sampai Rasulullah mengizinkannya.”
Orang-orang musyrik pun pergi ke Yamamah, sedangkan kaum Muslimin melarang mereka membawa sesuatu pun ke Mekah. Maka orang-orang musyrik mengirim surat pada Rasulullah SAW, “Sesungguhnya engaku memerintahkan pengikutmu untuk memutus tali silaturahmi kita. Engkau juga telah membunuh leluhur kami dengan pedang dan engkau membunuh anak-anak kami dengan rasa lapar.”
Setelah menerima surat dari kaum musyrikin, Rasulullah SAW mengirimkan surat kepada kaum Muslimin untuk membiarkan orang-orang musyrik membawa barang ke Mekah. Ketika itu para shahabat memang melakukan boikot sebagai bentuk perlawanan terhadap orang-orang musyrik Madinah.
Ada pelajaran yang bisa kita ambil dalam peristiwa ini. Kita bisa melakukan boikot pada mereka yang jelas-jelas menunjukan permusuhan pada kita. Kadang tak ada pilihan yang lebih baik kecuali memboikot produk-produk musuh maupun produk-produk yang membantu musuh dengan dana maupun kekuatannya.
Ali bin Abi Thalib mengingatkan, “Tiga orang musuhmu adalah musuhmu sendiri, teman musuhmu dan musuh temanmu.”
Nabi SAW sendiri pernah mengalami penderitaan yang hampir-hampir tak dapat hidup akibat boikot, embargo, sekaligus pengucilan. Bersama orang-orang yang setia, Rasulullah mengalami masa sulit hingga rasa lapar yang melilit. Bahkan para sahabat harus makan dedauan demi mempertahankan sepotong nyawa agar tak melayang sia-sia.
Sejarah ternyata harus berulang. Di depan mata kita sekarang, kita menyaksikan bagaimana kaum Muslimin harus mengalami penderitaan yang menyiksa akibat boikot dan pengucilan. Situasinya bahkan lebih sadis. Setelah diembargo dalam waktu yang sangat lama dan dilucuti senjatanya, saudara-saudara kita dihabisi dengan kekuatan yang tida sebanding. Sementara kita hanya diam saja melihat penderitaan anak-anak Gaza yang kehilangan bapaknya.
Bahkan, sangat mungkin kita pendukung kebiadaban yang sangat kejam itu, sementara kita tidak menyadarinya. Kita membeli produk-produk yang menyisihkan keuntungannya untuk Israel dan Amerika, sedangkan kita tidak tahu. Maka, membeli produk mereka sama dengan menggadaikan sepotong nyawa saudara kita.
Referensi: Mencari Ketenangan di Tengah Kesibukan/Karya: Mohammad Fauzil Adhim/Penerbit:Pro-U Media