Oleh: Muntarsih Zakiyya Sakhie, tinggal di Timika-Papua, moentarsih@gmail.com
SUATUÂ hari di sekitar tahun 2005 saya dan seorang kakak laki-laki sedang kehabisan uang dalam sebuah perjalanan menuju kost. Uang di dompet cuma tersisa satu lembar uang seribuan. Sedangkan, di saku kakak hanya ada selembar lima ribuan. Padahal untuk sampai ke kost kami harus naik angkot dua kali oper. Jelas uang yang ada tidak mencukupi untuk meneruskan perjalanan kami berdua.
Meskipun digabungkan sekalipun. Kami berdua sempat duduk termenung di ruang tunggu sebuah terminal. Bingung sekaligus berfikir bagaimana caranya agar kami bisa sampai kost dengan selamat. Setelah merasa tidak mendapatkan jalan keluar, akhirnya kami berdua jalan kaki tak tentu arah.
Dalam situasi yang sempit itu kami terus memohon pada Allah Swt agar diberi jalan dan kemudahan. Karena kami sangat yakin dalam satu kesulitan pasti ada seribu kemudahan. Tak berapa jauh kami berjalan, kami menjumpai seorang pengemis yang duduk di pinggir emperan ( teras ) sebuah toko.
Pengemis tua seorang kakek-kakek dengan baju serta celana kumal, membawa tongkat dan memakai topi kusam duduk bersila. Di hadapannya dia letakkan sebuah kaleng bekas sabun colek yang terisi beberapa uang recehan.
Pada saat kami jalan di depannya sontak kakak merogoh saku celananya dan mengeluarkan selembar uang lima ribuan lantas di masukkan ke dalam kaleng milik si kakek pengemis tadi. Saya sempat tegur setelahnya, kenapa dikasihkan ke orang padahal kita kan lagi dalam kesulitan. Tapi kakak tidak menanggapi, dari raut mukanya malah tampak tenang dan ada sebersit keyakinan di sana.
Tidak berapa lama tiba-tiba ada seseorang lagi-laki pengendara motor menyapa kakak. Ternyata teman kerja kakak. Akhirnya di situ kakak dan temannya berbincang sebentar.
Di situ kami mendapatkan pertolongan, akhirnya kami bisa sampai ke kost dengan ongkos dipinjami oleh temannya kakak tadi. Suatu waktu kakak cerita katanya temannya mengikhlaskan uangnya dan tidak mau diganti.
Sahabat, sering kita berpikir jika bersedekah hanya di saat kita sedang mampu saja. Manakala keuangan sedang terjepit kita menganggap tidak perlu untuk bersedekah dengan alasan diri sendiri saja sedang sulit, jika harus bersedekah bagaimana nasib kita nanti.
Rumus sedekah memang tidak bisa dilogika memakai ukuran manusia. Tapi Allah yang mengatur segalanya. Sedekah merupakan pintu kemudahan terhadap kesempitan yang sedang kita alami. Sebagaimana yang difirmankan Allah Swt :
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rejekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah diberikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangam sesudah kesempitan,” (QS. Ath-Thalaq : 7).
Saat kita mengalami kesulitan entah itu terlilit hutang yang tiada habisnya, anak susah di atur, sakit yang tak kunjung sembuh, jodoh yang belum juga menghampiri dan berbagai masalah lain, cobalah untuk bersedekah. Sedekah itu merupakan obat mujarab menanggulangani segala kerumitan hidup. Sedekah juga merupakan bukti sejauh mana seorang hamba telah yakin dan percaya dengan janji yang diberikan Allah.
Bagi seseorang yang imannya kokoh dan tidak ada setitikpun keraguan, melakukan sedekah tidak akan melihat dirinya dalam keadaan lapang ( banyak uang/ harta ) ataupun sulit ( miskin ). Sedekah bukan memberikan sebagian rejeki kita ke orang lain tanpa arti. Di saat kita bersedekah Allah membuka pintu kemudahan selebar-lebarnya terhadap kesulitan yang sedang kita alami. Seberapapun besarnya kesulitan itu. Tapi bagaimana jika kita sedang tidak memiliki apapun untuk disedekahkan? Sedekah itu tidak hanya bersifat materi. Bahkan senyum kepada tetangga juga termasuk sedekah.
Berbuat kebaikan semaksimal yang kita mampu dengan menolong sesama yang membutuhkan tenaga kita juga merupakan sedekah. Apapun bentuk sedekah kita, maka Allah akan membalasnya dengan kemudahan-kemudahan yang barangkali di luar dugaan kita.Â
Wallahu’alam bish shawab. []