BEBERAPA hari setelah turun wahyu perintah hijrah, Rasulullah SAW menyuruh para sahabat di Makkah untuk berhijrah ke Madinah dan bergabung dengan kaum Anshar.
Beliau mewanti-wanti agar mereka meninggalkan Makkah dengan cara berhati-hati, tidak bergerombol, dan menyelinap di waktu malam atau siang hari. Hal ini dimaksudkan agar jangan sampai diketahui kaum musyrik Quraisy hingga mereka akan bergerak merintangi perjalanan.
Para sahabat mengerti betul apa yang diperintahkan Rasulullah saw., mereka lalu berhijrah dengan diam-diam meninggalkan kota Makkah tanpa sepengetahuan penduduknya, kecuali Umar ibn al-Khathab.
BACA JUGA: Hijrah Cinta
Sebuah riwayat yang dihubungkan kepada Ali ibn Abi Thalib menuturkan, “Setahu saya, semua Muhajirin berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, kecuali Umar ibn al-Khathab. Sebelum berangkat hijrah, ia membawa pedang dan menyelempangkan busur dengan menggenggam anak panah di tangan dan sebatang tongkat komando. Ia menuju Ka’bah saat orang-orang Quraisy tengah berkumpul di sana.
“Umar melakukan tawaf di Ka’bah tujuh putaran dengan khusyuk, lalu menuju ke Maqam Ibrahim untuk melaksanakan shalat. Setelah itu, setiap lingkaran orang banyak didatanginya satu per satu seraya berkata kepada mereka, ‘wajah-wajah celaka! Allah menistakan orang-orang ini! Aku akan berhijrah ke Madinah melaksanakan perintah Rasulullah.
“Barang siapa yang ingin diratapi ibunya, ingin anaknya menjadi yatim, atau istrinya menjadi janda, hendaklah ia menemuiku di balik lembah ini.”
BACA JUGA: Abdullah Bin Zubair, Lahir saat Kaum Muslimin Hijrah ke Madinah
Dan, tidak ada seorang pun dari kaum Quraisy yang berani menjawab tantangan Umar ini. Akhirnya Umar pergi berhijrah ke Madinah secara terang-terangan ketika yang lain sembunyi-sembunyi. []
Sumber: The Great of Two Umars/ Penulis: Fuad Abdurrahman/ Penerbit: Zaman/ Jakarta/ 2013