SEBUT saja PP. Pada suatu hari PP menemui ibunya dengan raut wajah geram. Terlihat jelas dari sorot mata dan alisnya yang bertaut. PP berteriak-teriak tepat di wajah ibunya, “Apakah ibu tak menyiapkan makananku?”
Dengan segera ibunya mempersiapkan dan menghidangkan makanan PP. Akan tetapi, tatkala PP melihat makanan yang tidak disukai, bukan memakannya, namun malah ia melemparkannya ke tanah.
PP marah dan berkata dengan nada yang keras, “Sungguh, aku kena musibah dengan wanita yang sudah tua renta, aku tidak tahu, kapan aku bisa berlepas diri tua renta ini.”
Ibunya menangis seraya berkata, “Wahai anakku, takutlah kamu kepada Allah. Tidakkah kamu takut kepada Allah? Tidakkah kamu takut akan murka dan kemarahanNya?”
Mendengar kata-kata ibunya tersebut, maka kemarahan PP pun semakin menjadi. Ia memegang baju ibunya dan mengangkatnya. Dia mengguncang-guncang ibunya dengan kuat seraya menghardik, “Dengar, aku tidak mau dinasihati. Bukan aku yang mesti dibilang harus bertakwa kepada Allah.”
Kemudian PP melempar ibunya yang telah tua renta itu. Ibunyapun jatuh tersungkur. Tangis ibunya bercampur dengan tawa PP yang penuh dengan kepongahan seraya mengatakan, “Ibu pasti akan mendoakan kecelakaan bagiku. Ibu mengira Allah akan mengabulkannya.”
Kemudian PP keluar rumah sambil mengolok-olok ibunya.
Sementara sang ibu, ia berlinangan air mata kesedihan, menangis siang dan malam tiada henti.
Adapun anaknya, dia pergi menaiki mobilnya. Bergembira dan bersuka cita sambil mendengarkan musik yang ia anggap kenyamanan dalam hidupnya. PP melaju dengan mobil yang ramai karena suara musiknya. Dia lupa akan apa yang telah dia perbuat terhadap ibunya yang sejak kecil merawat, membesarkan dengan kasih sayang. Dia meninggalkan ibunya dalam keadaan bersedih hati sendirian, hatinya menelan rasa sakit, mengalami kesedihan yang sangat mendalam.
Tatkala mobilnya melaju di jalan raya dengan kecepatan membabi-buta, tiba-tiba ada seekor hewan berada di tengah jalan. Dia terguncang dan kehilangan keseimbangan. Dia mencoba untuk mengendalikan situasi, akan tetapi tidak ada jalan keluar dari takdir.
Celakalah, mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi tersebut terjungkal, merungsuk keluar jalan, tanpa ia sadari, ada potongan besi mobil yang masuk ke dalam perutnya. Namun dia tidak seketika kehilangan nyawanya. Allah SWT menangguhkan kematiannya. Dia berpindah dari operasi satu ke operasi yang lain, hingga akhirnya terbaring di tempat tidur, tidak bisa bergerak sama sekali. (Aqibah Uquq al-Walidain, hal. 69-71.) []
Dikutip dari karangan Ghalib bin Sulaiman bin Su’ud al-Harbi. Edisi terjemah Cet. Pustaka Darul Haq Jakarta.
http://media.ihram.asia/2015/02/07/anak-yang-durhaka-pada-ibunya/