2. Ketika bertemu temannya, dia berpura-pura mendukung. Sedangkan saat berada di belakang, dia menohok temannya sendiri.
Allah SWT berfirman, “Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai kamu, mereka berkata ‘Kami beriman’, dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): ‘Matilah kamu karena kemarahanmu itu’. Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati,” (QS. Ali-Imran: 119).
Jika seseorang memperoleh kebaikan, di bersedih hati. Namun, jika seseorang mendapatkan bencana dan kerusakan, dia bergembira.
Allah SWT berfirman, “Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan,” (QS. Ali-Imran: 120).
3. Mengharapkan hilangnya nikmat harta, ilmu, kehormatan, kedudukan, kebahagian, dan sebagainya dari orang lain agar berpindah kepadanya.
Mengharapkan hilangnya nikmat pada orang lain, meskipun tidak pindah pada dirinya dan ia tidak mendapatkan bagian apa pun. Para pendengki tidak rela dengan kenikmatan dan kebahagian orang lain.
Ia pun menghabiskan hari-harinya dengan perasaan duka terhadap yang dapat diraih orang lain tersebut. Sedangkan dirinya tidak dapat. Ia merasa sedih dan menyesal. Mereka ingin semua orang hidup dalam kesenangan dan penderitaan seraya berencana merampas kebahagiaan mereka yang hidupnya berhasil.
Hidup pendengki selalu berada dalam penderitaan dan kegilasahan, terutama saat melihat orang lain senang dan bahagia.
Sesungguhnya, para pendengki telah membunuh diri mereka sendiri. Imam Ali RA berkata, “Kedengkian menghambat (perkembangan) tubuh,” (Ghurar Al Hikam).
Sementara itu, sikap seseorang yang menginginkan kenikmatan seperti orang lain tanpa menginginkan hilangnya nikmat tersebut dari orang lain, tidak termasuk iri dengki (hasad). Melainkan, disebut al-ightibath atau ghibthah. Hal tersebut diperbolehkan.
Rasulullah SAW sabda, “Tidak boleh iri kecuali pada dua perkara: 1) orang yang dianugerahi Allah harta kemudian dia membelanjakannya di jalan al-haq/kebenaran (mengalahkan perasaan kikirnya) dan 2) orang yang diberi hikmah oleh Allah kemudian dia melaksanakannya dan mengajarkannya,” (HR. Bukhari). [].
HABIS
Referensi: Bekerja dengan Hati Nurani/Akh. Muwafik Saleh S.Sos., M.Si./Erlangga/2009.