ANAK yang shalih berawal dari didikan ibu yang shalihah. Ini menunjukkan betapa pentingnya memiliki seorang istri shalihah yang kelak mendampingi sang buah hati.
Seorang pengajar al-Quran di sebuah masjid mengisahkan, seorang anak kecil mendatangiku. Dia ingin mendaftar di halaqah Quraan yang aku bina, sebelum kuterima anak itu, kutanyakan beberapa pertanyaan untuknya.
“Apa kamu hafal beberapa ayat al-Quraan?” tanya murabbi pada bocah cilik itu.
“Iya,” jawab anak itu polos.
“Coba sekarang bacakan beberapa surat di juz amma ya,” lalu anak kecil itu pun membacakan beberapa surat dengan lancarnya.
“Apa kamu hafal surat al-mulk?”
“Iya.”
Mendengar jawaban itu, kekaguman muncul seketika dipikiranku. Di usianya yang masih sangat belia ini, bocah itu sangat terjaga hafalannya. Lalu aku bertanya kembali dengan penuh penasaran.
“Apa kamu hafal An-nahl?”
“Iya.”
MasyaAllah, bertambahlah kekagumanku padanya. Kemudian aku tanyakan tentang beberapa surat panjang di dalam al-Quraan.
“Apa kamu hafal al-Baqarah?” Lagi-lagi ia menjawab iya. Dia membacanya dengan sangat baik, bahkan tak terdengar ada kesalahan barang sedikitpun. Hatiku pun semakin kagum dibuatnya.
“Ananda, apa engkau hafal Al-Quraan seluruhnya?”
“Iya.”
“Masya Allah,” ujarku masih dengan perasaan kagum.
Aku memintanya untuk datang besok bersama ayah sebagai walinya. Aku berpikir bagaimana mungkin seorang ayah mampu menjadikan anaknya seperti ini?
Esoknya, ia datang bersama ayahnya. Kulihat penampilan sang ayah sepertinya tidak melazimi sunnah dan bukan penghafal.
Ayahnya langsung menuturkan sesuatu kepadaku,
“Apakah anda kagum? Aku akan menghentikan kekagumanmu, dan kuceritakan bahwa dibalik layar kesuksesan anak ini ada seorang wanita dengan kekuatan seribu lelaki. Dialah ibunya.
Ia menceritakan bahwa aku mempunyai tiga anak, dan semuanya adalah penghafal alquran. Anakku yang terakhir berumur empat tahun, namun sudah menghafal juz 30.
Dulu ibunya, ketika mendidik mereka berbicara, dia memulainya dengan mengajarkan al-Quraan kepada mereka. Mengajarkan mereka berbicara yaitu dengan al-Quraan
“Ibunya juga menumbuhkan kompetisi sehat. Siapa yang menghafal lebih dulu, dia akan bebas memilih makan malam di malam itu. Siapa yang lebih dulu muraja’ah dialah yang akan memilih kemana kita akan rihlah saat libur mingguan. Siapa yang mengkhatam lebih dulu, dialah yang akan memilih kemana kita berpergian saat libur panjang.Inilah metode ibunya,” jelas sang ayah kepadaku.
Ternyata beginilah wanita mulia, ketika ia sholehah maka sholeh lah pula sebuah rumah tangga. []
Sumber: Remajaislam