ORANG besar beda sama orang gemuk. Orang besar tetap namanya besar di tengah masyarakat meskipun tubuhnya kurus. Orang-orang besar itu manusia biasa seperti kita yang dihadapkan pada pilihan-pilihan dalam hidupnya. Pilihan baik maupun buruk. Pilihan rajin maupun malas. Serta pilihan-pilihan yang lainnya.
Yang membedakan adalah sikap dan cara pandang. Yang dengannya mereka tumbuh, bangkit, melejit, dan melangit. Raganya menapak bumi, ruhnya mesra di langit.
BACA JUGA: Kenapa Dinamakan Hari Jum’at? Ini Sejarahnya
Bila hari ini kita mengagumi Imam Syafii, sesungguhnya kebesaran namanya tidak lahir begitu saja. Melainkan melalui perjalanan panjang, menanjak tajam, menurun curam, berkelok dan berkerikil. Belajar yang tekun, menyendiri dalam sunyi dan sujud dalam sepi. Duduk terpekur dalam renungan panjang, menuangkan ide, menghafal dan menulis. Diancam penguasa, diusir dari negerinya dan singkirkan dari lingkungan dan sahabt-sahabat dekatnya.
Bila hari ini kita mengagumi Imam Bukhari, sesunggunya nama besar beliau bukan hadiah percuma. Ada kerja-kerja hati, olah-olah pikir, juga lelah-letih fisik. Mencari hadits dengan perjalanan panjang, melintasi gurun, lembah, bebatuan, keringat, debu, peluh, dan darah menetesi tubuh.
Menyambangi negeri demi negeri yang terbentang amat jauh, sedikit perbekalan, bergetar kelaparan, meranggas kehausan, dan terkapar kelelahan. Tapi beliau tak menyerah, tak surut semangat belajarnya. Di tengah keterbatasan, di malam gelap gulita, di tengah kantuk dan dingin menggigil sunyi, beliau mencatat, meneliti, dan menghafalkan hadits yang diperolehnya.
Bila hari ini kita terkagum dengan karya-karya mereka, sesungguhnya ada perjuangan besar dibalik yang nampak di mata kita. Dibalik nama besar mereka, ada perjuangan yang meraksasa. Yang boleh jadi, tak’kan sanggup kita menirunya. Bukan hanya meniru, bahkan sekedar memikirkan jerih payahnya pun mengigilkan tubuh kita yang lemah pendirian, pemikiran, dan semangat.
Di antara orang-orang besar itu, ada menulis karyanya di penjara dalam keadaan sakit, ditekan penguasa, dan diancam akan dihukum mati. Diintrogasi, dipukuli, dan dicambuk hingga pingsan. Tapi mereka tak henti berkarya meski badan terhempas balik jeruji besi yang dingin, lembab, dan kaku. Di antara mereka ada Ibu Taimiyyah, Sayid Qutub, Buya Hamka dan sebagainya.
BACA JUGA: Wanita-wanita di Balik Layar Sejarah I
Di balik nama besar mereka, ada yang jauh lebih besar dari yang kita kagumi nama dan karyanya. Bukan semata kekuatan retorika bahasa yang memukau, indah, dan tertata rapi dalam karyanya. Yang jauh lebih besar itu niat dan visi hidupnya. Lillahita’ala. Inilah kunci kebesaran mereka. Wujudnya melegenda bumi, kehidupannya terhubung ke langit tinggi.
Di balik nama besar itu ada perjuangan, pengorbanan, kesendirian, sakit, perih, tertekan, lapar, haus, renungan, takbir, ruku, sujud, dan penghambaan yang sempurna pada Allah Swt. Menulis di malam sepi, sunyi, dingin, dan sendiri. Semoga setiap huruf yang lahir dari jemari mereka menambah pahala kebaikannya. Semoga kita bisa menirunya. Aamiin. []
Sebagai sarana komunikasi dengan penulis, sila boleh di sini:
twitter: @dedengjuheri
ig: dedengjuheri
fb: Ki Dedeng Juheri