DUA tahun kemudian Rasulullah menikah dengan Ummu Habibah binti Abu Sufyan. Ia berasal dari suku terkenal Bani Umayyah, sekaligus putrid kepala suku Abu Sufyan. Semula ia menikah dengan Ubaidillah bin Jahsy d Mekkah. Namun, ketika bersama suami hijrah ke Abyssina, suaminya murtad menjadi Kristen. Rasulullah yang mendengar peristiwa ini menawarkan menikahinya, sehingga Ummu Habibah menerima dengan suka cita.
Pasca perang Khaibar pasukan Rasulullah mendapat banyak ghanimah dan tawanan perang. Shafiyah binti Hujaiy, putrid Hujaiy bin Ahthab, termasuk satu di antaranya. Ia terpisah dari suaminya yang juga keturunan Yahudi, Kinanah bin Abil Huqaiq. Ketika seorang sahabat, Dihya Kalbi, mengusulkan supaya Shafiyah dijadikan pembantu, banyak sahabat yang tidak setuju. Mereka lebih setuju Rasulullah menikahi Shafiyah karena dikhawatirkan Bani Nadhir dan Quraizhah akan sakit hati bila Shafiyah diperlakukan sebagai pembantu. Dalam tahun 7 H itu pun Rasulullah menyetujui suara mayoritas sahabat.
BACA JUGA: Saya Memiliki Satu Permintaan, Suruhlah Suami Saya Menikah Lagi
Perempuan terakhir yang dinikahi oleh Rasulullah adalah Maimunah binti al-Harits. Ia berasal dari suku Amir bin Sa’sa d Nejd. Sebelum menikah dengan Rasulullah ia sudah dua kali menjanda. Perkawinannya sendiri terjadi bulan Dzul Qa’dah 7 H. Ia meninggal dalam walimatul ‘ursy yang karena dilarang dilakukan di Mekkah oleh orang-orang nonMuslim. Maka, pernikahan yang dilakukan dalam perjalanan di Saraf yang melelahkan tersebut, Maimunah dipanggil Allah SWT.
Ibroh Poligami Rasulullah
Beberapa sebab pernikahan ta’addud Rasulullah, seperti diulas oleh Dr. Majid Ali Khan dalam “Muhammad SAW Rasul Terakhir” menyebukan:
1. Ajaran pernikahan antar kelompok
Dengan beberapa perkawinan Rasulullah, maka lenyaplah perbedaan antarsuku yang berdasar atas garis keturunan, seperti pernikahan dengan Ummu Habibah dan Maimunah. Sedang pernikahannya dengan Shafiyah, dapat menghapuskan penghalang antara keturunan Bani Ismail dan Bani Israil. Beliau mengajarkan bahwa setelah masuk Islam, maka semua orang adalah sama dalam pandangan Allah.
2. Mengajari untuk menikahi janda
Bangsa Arab ketika itu membiarkan seorang janda tanpa menikah. Rasulullah melarang hal itu dan mengajarkan kepada mereka bahwa menikahi seorang janda adalah perbuatan yang halal.
Gugurnya para syuhada di medan perang, menyisakan janda serta anak-anaknya. Maka, untuk menyelamatkan dan melindungi mereka Rasulullah menikahi Hafshah, Zainab binti Khuzaimah, dan Ummu Salmah, yang hidup bersama anak-anaknya.
Demikian pula para janda tawanan perang Rasulullah memerdekakan permusuhan terhadap Islam. Bani Musthaliq dan sekutu-sekutunya, misalnya, dibebaskan akibat pernikahan Rasulullah dengan Juwairiyah, putri Harits, kepala suku Bani Musthaliq. Pernikahnnya degan Shafiyah dapat meredakan permusuhan sebagai bangsa Yahudi terhadap Islam. Demikian pula pernikahannya dengan Ummu Habibah dan Maimunah, dilaksanakan untuk tujuan ini.
3. Menjaga kehidupa pribadi Rasulullah
Rasulullah adalah guru umat manusia yang terbesar, seluruh ajaran dan perbuatannya ditunjukioleh Dzat Yang Mahabijaksana. Al-Quran mengatakan, “Dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya sendiri. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang disampaikan,” (QS. an-Najm: 3-4).
BACA JUGA: Jika Suami Minta Izin Menikah Lagi …
Pernikahannya dengan wanita dari tempat dan suku yang berbeda dengan berbagai rasa, kebiasaan dan sifat, dapat menyebabkan kehidupan pribadi terjaga dalam bentuk yang lebih baik agar menjadi teladan yang sempurna bagi umat manusia.
Rasulullah telah menunjukkan teladan yang terbaik bagi umat manusia, bagaimana seseorang dapat hidup dengan keperluan duniawi yang serba kompleks, di antara para istrinya, tetapi dengan kehidupan zuhud tanpa campur tangan sedikit pun dari kecantikan mereka. Hanya demi ridha Allah Ta’ala. []
HABIS
Sumber: Majalah Saksi Kawin Lagi, Nafsu atau Dakwah?/Januari Tahun 2000