YAMAN–Tiba bulan Ramadan, seluruh umat Islam di dunia merayakannya dengan makanan-makanan khas yang enak dan lezat untuk hidangan berbuka atau sahur. Tidak seperti di Yaman, umat Islam di negara ini justru kekurangan makanan selama bulan Ramadan.
Selama dua tahun perang berlangsung di Yaman, lembaga bantuan melaporkan bahwa lebih dari 17 juta orang mengalami kelaparan. Ini merupakan krisis kemanusiaan terbesar yang terjadi di dunia setelah perang dunia kedua selesai.
Akibatnya, lebih dari dua juta anak-anak kekurangan gizi akut di Yaman, di mana seorang anak balita meninggal setiap 10 menit karena penyakit yang dapat dicegah, menurut sebuah laporan oleh UNICEF yang dipublikasikan pada Desember.
Menjelang berbuka puasa, umat Islam di dunia seringkali menyempatkan diri untuk keluar kantor atau rumah untuk mencari makanan dan minuman yang dijual pasar serta toko-toko. Hal ini tidak terjadi di Yaman, setiap kali umat Muslim pergi ke toko, satu makanan pun tak tersedia.
Seorang pemilik toko di Hodeidah, sebuah kota pantai barat Yaman, Yahya Hubar mengatakan bahwa setiap tahun penjualan di toko tidak pernah meningkat, terus-menerus turun. Dan Ramadan tahun ini adalah penjualan terburuk daripada tahun-tahun sebelumnya.
Setiap hari, warga Yaman berebut makanan demi kelangsungan hidupnya, tak terkecuali anak-anak dan lansia. Alhasil, mereka tidak pernah membicarakan menu makanan apa yang akan mereka makan disaat berbuka atau sahur.
“Situasi kami sangat berat, kami belum dibayar selama beberapa bulan, kebutuhan pokok sulit didapat dan harganya tinggi. Kami melihat barang yang tidak bisa kami beli,” kata Nabil Ibrahim, seorang warga Hodeidah.
Krisis kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi di dunia ini, Persatuan Bangsa-bangsa (PBB) membutuhkan bantuan 2.1 milyar dolar AS untuk memenuhi kebutuhan makanan dan obat-obatan bagi warga Yaman yang terkena kelaparan dan terjangkit wabah kolera.
“Orang-orang dari Hodeidah hidup dalam situasi yang tragis. Ramadan tiba saat orang-orang sangat menderita karena gaji yang tidak dibayar, tidak ada listrik, tidak ada air dengan cuaca panas dan blokade karena perang yang sedang berlangsung di Yaman,” ujar Sadeq Al Saeedi, seorang pekerja amal.
Kondisi ini menjadikan Yaman sebagai negara termiskin di Afrika. Awal bulan ini, keadaan darurat diumumkan di ibukota oposisi Yaman, Sanaa, setelah wabah kolera menewaskan puluhan orang. []
Sumber: Al-Jazeera