KETIKA teringat sabda, “Setiap anak Adam pasti akan mengalami zina; mata, telinga, tangan, kaki, dan hati.” Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika mata ini lebih sering tergunakan untuk melihat yang haram daripada merenung-mentafakkuri kebesaran-Nya. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika telinga ini lebih banyak mendengar musik daripada lantunan ayat Al-Quran, ghibah daripada sirah, dan curhatan gadis daripada hadits. Di situ, sering saya merasa sedih.
BACA JUGA: Aku Berangan-angan dan Terus Berangan-angan
Ketika mulut ini lebih banyak berkata tak baik daripada yang baik, lebih sering memvonis-fitnah daripada ceramah-dakwah. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika tangan ini lebih lincah melakukan maksiat, tetapi teramat kaku dalam memerangi kezhaliman. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika kaki ini lebih cepat melangkah saat menuju tempat hiburan, tetapi lambat bahkan berat saat dilangkahkan menuju Masjid untuk shalat. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika hati ini lebih sering berangan-angan tentang kemegahan dunia, daripada bersyukur atas apa yang telah ada. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika persangkaan orang lain terhadap diri ini terlampau baik daripada siapa diri ini sebenarnya. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika hati ini merasa besar saat dipuji orang lain, ujub dan berbangga diri; terlupa bahwasanya semua adalah kehendak Allah. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika mengaku ummat Nabi, mengaku cinta Nabi, tetapi diri ini kepayahan dalam melaksanakan sunnahnya. Di situ, sering saya merasa sedih.
BACA JUGA: Masalah Pelik? Inilah Solusinya
Ketika berkata, “Aku selalu berbaik sangka kepada Allah” tetapi sering merasa tak terima saat kehendak-Nya tak sesuai rencana. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika suatu waktu, harta lebih kupentingkan daripada Allah dan Rasul-Nya. Di situ, sering saya merasa sedih.
Ketika teringat, bahwa banyak nikmat-Nya kudustakan, daripada aku syukuri. Di situ, sering saya merasa sedih. []