DI tengah agresi penjajah Zionis Israel ke sejumlah wilayah di Suriah, pemerintahan transisi Suriah jutru mengatakan tidak akan membawa negara itu kembali ke medan peperangan. Mereka mengimbau agar semua pihak menahan diri dan memilih berunding.
Hal itu disampaikan oleh Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS), kepada media Inggris, Sky News, Rabu (11/12/2024). HTS adalah oposisi yang menggulingkan rezim al-Assad.
Mengapa Suriah tidak meladeni ulah syahwat perang Penjajah Zionis Israel? Sebab, keduanya memiliki perjanjian gencatan senjata 1974. Dimana Dataran Tinggi Golan dijadikan daerah penyanggah demiliterisasi yang dipantau oleh PBB.
Lagi pula, selama ini, Suriah tidak pernah “neko-neko” dengan penjajah Zionis Israel. Pernahkah Suriah menyerang pasca 1974? Suriah menjadi “teman” walaupun mengaku memusuhinya. Jadi penjajah Zionis Israel tidak memiliki alasan logis yang bisa dijustifikasi untuk menyerang Suriah.
Tak ada dukungan internasional dari sikap penjajah Zionis Israel. Ini sangat berbeda saat mengagresi Lebanon yang di dalamnya ada Hizbullah. Sekarang, yang diterima, justru kecaman, termasuk dari Arab Saudi. Padahal penjajah Zionis Israel sangat “ngebet” agar Arab Saudi menyetujui perjanjian normalisasi dengannya.
Di saat rakyat Suriah sangat bergembira karena baru merasakan kebebasan. Saat dunia internasional menaruh simpatik atas kebahagiaannya yang terbebas dari penyiksaan kejam rezim Assad. Namun penjajah Zionis Israel malah mengagresinya. Bukankah ini sangat tidak diterima? Yang terjadi, justru semakin tersudut dan terkucil.
BACA JUGA:Â Damaskus Jatuh, Basyar Al-Assad Dilaporkan Kabur; Akhir 50 Tahun Kekuasaan Keluarga Assad?
Bukankah keberhasilan perang total itu bukan sekadar kekuatan militer dan keberhasilannya menguasai wilayah? Tetapi juga, simpati dan dukungan diplomatik, opini dan keberpihakan masyarakat internasional.
Bila Hamas dan faksi perlawanan lainnya melawan penjajah Zionis Israel dengan senjata. Maka, Suriah melawannya dengan gerakan diamnya. []